Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch (IPW) Ali Tranghanda dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (10/1/2014). Menurut Ali, kenaikan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen dari 5,75 persen dalam kurun waktu singkat saat ini melecut perbankan mulai menaikkan suku bunga KPR-nya. Umumnya suku bunga KPR 3 persen lebih tinggi dibandingkan dengan BI Rate.
"Tapi, banyak bank yang menaikkan sampai 5 persen di atas BI Rate. Ini tentu akan memukul pangsa pasar KPR yang ada," kata Ali.
Bukan hanya untuk permintaan pasar baru. Ali mengatakan, pasar konsumen yang saat ini tengah melakukan pembelian properti secara kredit juga berpotensi macet atau kredit macet.
"Karena tidak dapat melunasi cicilan yang ada. Bayangkan, konsumen yang tadinya telah melakukan pembelian dengan suku bunga KPR 8,5 persen fixed 2 tahun, setelah berakhir masa bunga tetap tahun ini, suku bunga melonjak menjadi 12,5 persen floating. Ini tentu mengerus daya beli konsumen yang harus menambah porsi cicilan per bulannya Rp 500 ribu sampai 1 jutaan," kata Ali.
Ali mengatakan, pasar menengah yang berpotensi menjadi primadona di 2014 ini terancam ikut melemah. Untuk itulah, ia berharap, perbankan tidak menaikkan suku bunga terlalu tinggi dan terlalu cepat.
Sebelumnya, IPW juga menyoroti efek pemberlakuan aturan LTV. Ali Tranghanda mengatakan, aturan Bank Indonesia mengenai pembatasan Loan to Value (LTV) hampir tidak dapat meredam kenaikan harga properti yang telah kadung semakin tinggi. Pasar hanya shock sesaat.
"Memang, pasar mengalami perlambatan. Tapi, perlambatan terjadi diperkirakan bukan semata-mata dikarenakan aturan LTV, namun memang secara alamiah properti telah memasuki siklus jenuh akhir tahun," ujar Ali dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (8/1/2014).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.