Pada 2000, pertumbuhan properti sebesar 7,8 persen, sementara pada 2012 mencapai 12,99 persen. Tahun ini, meski tetap positif, namun capaiannya melorot menjadi 7,05 persen. Untuk itu, pertumbuhan positif sektor properti harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan kinerjanya.
"Terlebih dalam kondisi ekonomi saat ini yang memicu tight money policy, atau pengetatan likuiditas. Jangan sampai sektor properti bersama sektor benchmark lainnya, yakni otomotif, mengalami penurunan," papar Menteri Perindustrian Republik Indonesia, MS Hidayat, pada Munas REI ke XIV di Jakarta, Selasa (26/11/2013).
Lebih lanjut, Hidayat mengatakan, sektor properti merupakan labour and capital intensive. Untuk itulah, sektor ini sangat membutuhkan jalinan kerjasama dengan pemerintah sebagai regulator dan perbankan sebagai penyedia pendanaan untuk terus bertumbuh.
"Keadaan ekonomi global tengah pasang surut. Tight money policy tidak bisa dihindari dan mulai berlaku di Indonesia. Nah, demi mengantisipasi masalah likuiditas, sebagai respon atas tapering di AS, kami usulkan agar sektor properti sudah harus mengevaluasi dirinya sendiri," tandas Hidayat.
Caranya, kata Hidayat, meminimalisasi high cost economy (pungutan liar) mulai dari proses perancangan, perizinan, pembebasan lahan, produksi dan tahap akhir, pemenuhan sebagian tax insentif, perpanjangan tenor lahan untuk high rise property, serta penggunaan 100 persen kandungan lokal.
"Hal tersebut harus ditempuh untuk membuat situasi menjadi tetap seimbang sehingga pertumbuhan ekonomi makro tetap 6 persen dan volume bisnis meningkat. Pada gilirannya, sektor properti tetap tumbuh positif. Jika hal ini dapat kita capai, persoalan unemployee pun tidak akan terjadi," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.