Mereka yang dibidik adalah spekulan yang menjadikan properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai instrumen spekulasi. Dengan kata lain, Kemenpera siap membuat jera para spekulan.
"Uangnya dikembalikan, melalui Badan Layanan Umum (BLU). Jadi cicilan distop, uang dikembalikan. Uang pokok, tidak termasuk bunga. Itu akan mengurangi capital gain, sehingga rusun tidak mudah dipindahtangankan," tandasnya.
"Di sisi lain backlog terus bertambah. Untuk itu, pembangunan dan penyediaan rumah MBR harus tepat sasaran. Pemerintah harus fokus kepada kepentingan MBR," ujar Boediono.
Untuk itu, lanjutnya, perlu penjabaran yang lebih rinci mengenai kebutuhan masyarakat dalam backlog tersebut. Selain itu, konsep kebutuhan papan yang layak pun harus diproduksi pemerintah. Kebutuhan ini, menurut Wapres, harus dijelaskan dengan rinci.
"Tidak bisa kita terus membangun unit bangunan standar tanpa melihat kebutuhan. Harus ada integrated policy. Kebijakan mengendalikan permintaan hunian yang tujuannnya bukan untuk dihuni tapi untuk investasi. Deposito hanya enam-tujuh persen, sementara properti bisa lebih dari itu. Jadi, menggoda investor mendapatkan capital gain. Kalau kita peduli, jangan sampai kita bangun rumah sebagai obyek investasi," ujarnya.
"Kami mendukung. Karena dalam undang-undang disebutkan bahwa semua pemilik itu tidak boleh memindahtangankan, di rumah tapak juga demikian. Saya setuju asal itu sesuai dengan koridor undang-undang karena payung hukumnya sudah ada. Yang penting jangan sampai undang-undang itu mengebiri hak konsumen," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.