Besaran uang muka disesuaikan dengan ukuran atau tipe rumah yang akan dibeli. Misalnya, tipe 36, uang mukanya senilai Rp 10 juta. Tipe 30 berjumlah Rp 8 juta, dan tipe 22 uang mukanya ditetapkan sebesar Rp 6 juta.
Usulan ini disampaikan Ketua Umum APERSI Anton R Santoso saat membuka Musyawarah Nasional Khusus dan Rapat Kerja Nasional APERSI di Jakarta, Kamis (14/11/203).
Perumahan mekanisme besaran uang muka merupakan salah satu dari 4 usulan yang diajukan APERSI agar segera ditindaklanjuti menjadi aturan strategis yang berpihak kepada MBR dan juga pengembang.
Perubahan mekanisme besaran uang muka ini dinilai penting, sebab dengan mekanisme lama, Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kesulitan membayar uang muka. Sebab, besaran uang muka mengikuti harga rumah. Jika harga rumah naik, maka uang muka ikut terkerek naik.
Usulan ini sudah diajukan ke BTN, namun masih perlu mendapat persetujuan Kemenpera. Sejauh ini, sudah ada gesture menarik dari BTN berupa uang muka lima persen bagi pembelian rumah hingga Desember 2013.
Tiga usulan lainnya adalah adalah kejelasan status Jamsostek, pemecahan akta tanah, dan perpajakan.
"Keempat hal tersebut bersifat mendesak untuk segera diterbitkan aturannya karena menyangkut kepentingan masyarakat luas," ujar Anton.
Menurutnya, APERSI harus memastikan hal ini terlebih dahulu, setidaknya sampai Desember tahun ini. Pasalnya, jika tidak diantisispasi oleh APERSI, perubahan status Jamsostek bisa berdampak kontraproduktif. Bantuan uang muka dari Jamsostek bisa berhenti sementara.
Padahal, menurut Endang, kelebihan jumlah ini pun tidak menguntungkan pengembang namun pengembang tetap harus membayar pajak karena dianggap sebagai penghasilan pengembang. Biaya-biaya ini umumnya berjumlah tujuh persen dari harga jual rumah yang sudah dikurangi dengan uang muka.