Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Drainase, Depok Perlu Contoh Lenteng Agung!

Kompas.com - 04/10/2013, 16:49 WIB
Latief

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Permasalahan yang dihadapi Kota Depok sebetulnya tidak jauh berbeda dengan tetangga dekatnya, Lenteng Agung. Pola drainase di Depok dilakukan hanya dengan mengoptimalkan kontur dan gravitasi yang hasilnya tidak berjalan baik.

Contoh paling buruk dari tidak berjalannya sistem itu adalah peristiwa banjir di kawasan Jalan Margonda Raya, Kota Depok, Minggu (21/4/2013) silam. Hujan deras yang mengguyur Depok sejak siang saat itu meluas ke sejumlah titik di kawasan tersebut.

Biasanya, genangan terjadi hanya di kawasan depan Terminal Depok. Tapi, saat itu efek "hujan sehari" meluas ke kawasan depan Depok Town Square. Ketinggian air bahkan mencapai 50 senti meter.

Sejumlah warga mengatakan, banjir disebabkan karena tidak tertampungnya debit air di drainase. Sampah juga menumpuk dan terjadi pedangkalan di setiap drainase sehingga memicu genangan semakin meluap.

LA City Apartment Menurut dia, konata efektif mencegah banjir sekaligus mengamankan cadangan air tanah, khususnya di wilayah pemukiman. Dengan memasukkan air hujan ke dalam tandon atau sumur, limpasan air hujan akan langsung meresap ke dalam tanah.
"Depok dan Lenteng Agung itu sama, banyak catchment area di dua wilayah ini. Pola penanganannya memang per segmen, karena drainase sekunder tidak bagus," ujar Direktur Teknik PT Spekta Properti Indonesia, Ahsanul Haq, kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (4/10/2013). 

Sebagai solusi, kata Ahsanul atau disapa Anol, pada drainase primer di sepanjang Margonda perlu diatur menuju titik cacthment area atau daerah tangkapan air sesuai kontur wilayahnya. Selain itu, hal paling utama perlu dilakukan Pemkot Depok adalah memisahkan Zona Barat dan Zona Timur untuk mengelola drainase kota ini.

"Zona Barat bisa masuk ke waduk-waduk yang ada di UI, sedangkan Zona Timur bisa langsung ke Sungai Ciliwung," kata Anol.

Mengembalikan air hujan

Anol mengungkapkan, konsep mengembalikan air hujan ke dalam bumi adalah hal paling bijak dilakukan untuk kawasan Margonda. Cara ini sudah ia praktikkan di Lenteng Agung melalui sistem konanta.

"Drainase sekunder di gang-gang dan jalan-jalan masuk di sepanjang Margonda itu bisa dibantu dengan konanta di titik tinggi. Lebarnya maksimal 2 meter dari Jl Margonda Raya," tambahnya.

Menurut dia, dengan kondisi Margonda saat ini, sistem konanta harus ada di setiap radius 500 meter sebanyak minimal 5 buah. 

LA City Apartment Menurut dia, dengan kondisi Margonda saat ini, sistem konanta harus ada di setiap radius 500 meter sebanyak minimal 5 buah.
"Lenteng Agung itu padat sekali. Di satu RT itu ada 500 sampai 600 KK sehingga gang-gang kecil jadi jalan air. Nah, konanta itu bisa masuk gang atau ditanam dalam gang sampai kedalaman 6 meter. Jadi, saya pikir tidak ada kendala. Alhamdulilah, saya didukung dan
15 Konanta sudah diserahterimakan ke wilayah masing-masing disaksikan lurah setempat," ujar Anol. 

Konanta atau Konservasi Air dan Tanah ini memang sudah dilakukan PT Spekta Properti Indonesia sebagai pengembang hunian apartemen menengah LA City di sekitar proyek properti apartemennya di RW 04, Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Pemanfaatan teknologi yang sudah dikenal sejak 1974 silam ini terbukti mampu menghindarkan warga dari bencana banjir yang sempat mengepung sebagian besar wilayah di Jabodetabek.

Tercatat, pada 15 Desember 2012 lalu pihak Spektra sudah menanam 6 titik di sekitar proyek LA City. Hasilnya, konanta-konanta itu bermanfaat saat banjir terjadi. 

LA City Apartment Konanta atau Konservasi Air dan Tanah ini memang sudah dilakukan PT Spekta Properti Indonesia sebagai pengembang hunian apartemen menengah LA City di sekitar proyek properti apartemennya di RW 04, Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Pemanfaatan teknologi yang sudah dikenal sejak 1974 silam ini terbukti mampu menghindarkan warga dari bencana banjir yang sempat mengepung sebagian besar wilayah di Jabodetabek.
Menurut dia, konata efektif mencegah banjir sekaligus mengamankan cadangan air tanah, khususnya di wilayah pemukiman. Dengan memasukkan air hujan ke dalam tandon atau sumur, limpasan air hujan akan langsung meresap ke dalam tanah.

"Juga berfungsi mencegah kerusakan infrastruktur dengan memperpendek aliran air permukaan. Selain itu, bisa untuk meningkatkan ketersediaan cadangan air tanah secara cepat, tepat dan aman," katanya.

Soal biaya, Anol mengatakan pembuatan sistem tandon Konata ini juga relatif mudah dan murah. Masyarakat bisa membuat sumur berbentuk silindris dengan diameter 100 cm dan kedalaman 400 cm.

"Tinggal masukkan silindris Konata ke dalam lubang sumur untuk memperkuat dinding sumur dari kemungkinan longsor. Kemudian, letakkan precast beton khusus ukuran 120 x 120 cm di atasnya untuk mengamankan sumur," kata Ahsanul.

Dia mengatakan, Konata bisa dipasang di lokasi yang kerap terjadi banjir, seperti di taman atau halaman. Sistem tandon air ini juga dapat diletakkan di sisi selokan dengan membuat sodetan agar selokan menjadi kering guna menghindari berkembang biaknya nyamuk demam berdarah. Inilah konsep yang menurutnya cocok diterapkan di kawasan Margonda yang tengah berkembang pesat pembangunannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau