"Momentum emas sudah terbentuk sejak 2012 tepat setahun setelah Perpres tersebut diberlakukan. Sedianya, tahun ini hasil studi kelayakan (feasibility study) secara komprehensif termasuk di dalamnya masalah lingkungan, pembiayaan (mencakup estimasi ongkos konstruksi, besaran tiket JSS, payback period) dan potensi pertumbuhan ekonomi. Pembangunan tiang pancang sebagai indikator dimulainya konstruksi megaproyek ini bisa direalisasikan pada 2014 mendatang. Namun, karena dinamika tersebut, semua hal mengalami penundaan," urai Wisnu.
Momentum emas, lanjut Wisnu, memang sudah lewat. Namun, bukan berarti momentum berikutnya tidak bisa dimanfaatkan dengan maksimal. "Tergantung ketegasan pemerintah kapan gong dipukul, kami siap melaksanakannya," imbuhnya.
Menurut Wisnu, jika saja dinamika atau polemik dalam bahasa pakar struktur Wiratman Wangsadinata selaku konsultan JSS, dapat diredam sebelum 2012 berakhir, akselerasi pembangunan JSS/KSISS bisa terjadi lebih cepat.
"Betapa jika hal tersebut dilakukan maka multiplier effect megaproyek ini akan sangat luar biasa. Selain dapat memperpendek waktu tempuh Banten-Lampung dari 4 jam menjadi 30 menit juga akan menstimulasi aktivitas sekaligus pertumbuhan GDP," tandas Wisnu.
Sayangnya, aku Wisnu, hingga saat ini pihaknya sama sekali belum mendapat informasi terbaru mengenai proyek ini. Bahkan, tak pernah diajak lagi dalam pertemuan-pertemuan formal lanjutan untuk membahas pembangunan JSS/KSISS.
Sebagai pemrakarsa, mereka tidak berkeberatan apabila pemerintah menghentikan iniasiasi dan mengambil alih proyek ini. Bila pun pemerintah memutuskan untuk mencari mitra baru dan digandengkan dengan Artha Graha, tetap akan diikuti.
"Kami tidak berkeberatan dan tidak ingin membebani pemerintah. Namun, jika pemerintah menunjuk pihak lain, maka pihak yang ditunjuk ini harus mampu menyelesaikan semua hal yang telah dilakukan Artha Graha selama ini, termasuk pra-studi fisibilitas," tandas Wisnu.
Adapun hasil pra-studi kelayakan 2009 menyebut estimasi anggaran membangun jembatan dengan bentang 2.200 meter dan panjang 25 kilometer tersebut adalah sebesar 10 miliar dollar AS. Kalaupun ada perubahan, kata Wisnu, tak jauh dari estimasi tersebut. Sementara perkiraan tarif yang akan dikenakan sebesar Rp 500.000 per kendaraan roda empat.