Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Proyek Jembatan Selat Sunda Bisa Terlaksana?

Kompas.com - 04/09/2013, 11:09 WIB
Latief

Penulis

KOMPAS.com - Hingga saat ini proyek JSS masih menjadi perbincangan hangat masyarakat Indonesia. Mulai dari akademisi, para pakar bidang konstruksi, pengamat sosial budaya, pengamat perkotaan hingga mahasiswa membicarakan mega proyek prestisius ini di berbagai tempat dan waktu.

Memang, bicara proyek jembatan bentang panjang ini tidak pernah usang, bahkan senantiasa menarik dan terus menjadi topik hangat lantaran akan menjadi yang terpanjang di Indonesia, bahkan lebih dari itu. Jembatan yang rencananya menggunakan sistem suspensi ini bukan saja akan menjadi jembatan dengan bentang terpanjang di dunia mengalahkan jembatan Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang, tetapi juga menjadi satu-satunya proyem jembatan tersulit dibangun. 

Dilihat dari sisi teknis pelaksanaan, mungkin terbersit satu pertanyaan, apakah memang Jembatan Selat Sunda ini bisa terlaksana, di tengah berbagai tantangan faktor teknis dan alam ketika proyek ini akan dilaksanakan?

Menjawab pertanyaan itu, Ir Ben Usagani, seorang praktisi konstruksi bawah laut yang menekuni profesinya sejak 1966, mengatakan bahwa selain memiliki bentang cukup panjang, faktor kedalaman laut menjadi bagian yang ikut mempengaruhinya. 

"Belum pernah ada jembatan dengan anchor (pondasi) yang diletakkan di laut dalam," ungkap Ben kepada KOMPAS.com di Jakarta, Senin (2/9/2013).

Rencananya, pada 'Simposium Nasional Arsitektur Jembatan Selat Sunda' yang digelar Ikatan Alumni Arsitektur ISTN di Gedung Bidakara, Jakarta, Kamis (5/9/2013) nanti, Ben akan hadir sebagai salah satu pembicara. Ben akan memaparkan hasil kajiannya mengenai teknik konstruksi yang mungkin bisa digunakan untuk pembangunan JSS berdasarkan lawatannya ke beberapa negara. Sementara beberapa pakar lain akan memaparkan persoalan dari berbagai sisi yang belum pernah diketahui selama ini tentang JSS. 

"Apakah nantinya akan menggunakan tipe suspension bridge, self anchor bay bridge atau cable stay bridge, kami akan analisa dan itu kembali pada kemampuan pemerintah Indonesia. Ini merupakan pertimbangan besar memilihnya, salah satunya faktor biaya yang tidak sedikit," ujar Ben.

Khusus untuk Selat Sunda, Ben memisalkan, JSS bisa menggunakan kombinasi dua suspension bridge dengan dukungan cable stay bridge. Hanya saja, dibutuhkan peralatan besar untuk operasionalnya.

"Tetapi kita tak punya alat besar untuk pekerjaan ini. Yang memungkinkan adalah menyewa alat dari Belanda, harganya sekitar 100.000 Euro (Rp 1,4 miliar) per hari. Tingginya 85 meter dan mampu mengangkat beban 8.500 ton. Tapi, China juga punya alat itu, mungkin lebih murah," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pekerjaan Umum RI, Hermanto Dardak pernah mengungkapkan, jembatan seperti JSS ada di China, di Jepang, serta New York dan Italia. Bahkan, jembatan di Italia sudah 20 tahun ini masih berupa rencana dan belum terbangun. Tak syak, pembangunan JSS membutuhkan rencana sangat matang dengan anggaran tidak sedikit untuk benar-benar diperhitungkan.

Boleh jadi, studi tentang rencana Jembatan Selat Sunda pada simposium nanti bisa menjadi pengetahuan bagi seluruh arsitek serta insinyur tak hanya di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia. Karena, kehadiran proyek ini memiliki keunikan dan ciri khasnya sendiri, yaitu gunung Anak Krakatau yang tersohor di dunia itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau