Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jutaan Kelas Menengah di Inggris Cuma Bisa Mengontrak Rumah

Kompas.com - 04/09/2013, 12:19 WIB
Tabita Diela

Penulis

Sumber Dailymail
KOMPAS.com - Pasar properti di Inggris saat ini tengah mengalami masa-masa berat. Setidaknya, hal ini dirasakan oleh jutaan keluarga kelas menengah Inggris yang baru berencana membeli rumah pertama mereka.

Seperti dilansir www.dailymail.co.uk terkaithasil studinya berdasarkan cerita hidup sebuah keluarga muda di Havant, dekat Portsmouth, Inggris. Jeremy Cole (49), Bennie Cole, dan anak mereka yang baru berusia enam bulan, Dylan, saat ini harus tinggal bersama di apartemen sempit. Pasangan Cole sepakat bahwa mereka membutuhkan tempat tinggal baru yang lebih besar. Sayangnya, rencana ini tidak mudah diwujudkan.

"Sebagai keluarga baru, kami ingin mampu membeli rumah kami sendiri dengan sebuah taman dan menciptakan tempat tinggal nyaman. Di sana ada stabilitas bagi Dylan, lingkungan aman, teman, dan sekolah yang dapat dipertimbangkan," ujar Jeremy Cole.

"Namun, hampir mustahil menyimpan cukup uang untuk dikumpulkan sebagai deposit bagi cicilan rumah. Meski pendapatan kami lebih besar dari rata-rata (pendapatan orang lain), dengan suku bunga simpanan saat ini, membangun rumah berukuran cukup menjadi tugas berat. Di luar kemampuan kami," tambahnya.

www.dailymail.co.uk Menurut data English Housing Survey, pada 2012 lalu 874.000 pasangan dengan anak-anak mereka menyewa rumah pada sektor swasta. Sebelumnya, pada 2008/2009 hanya berjumlah 535.000 dan pada 2006/2007 berjumlah 386.000.
Keluarga Cole memiliki pendapatan keluarga sekitar 40.000 poundsterling setiap bulan atau sekitar Rp 691,6 juta. Jika keluarga ini bisa menyimpan deposit sekitar lima persen atau sekitar 7.500 poundsterling (sekitar Rp 129,7 juta), maka mereka bisa mencicil rumah dengan biaya sekitar 792 poundsterling atau sekitar Rp 13,7 juta per bulan. Jumlah ini tentu bisa mereka tangani meski lebih banyak dari biaya sewa apartemen setiap bulan sebesar 565 poundsterling (sekitar Rp 9,8 juta).

Namun, keluarga ini masih mengalami kendala. Mereka harus mengeluarkan 200 poundsterling setiap bulan untuk perawatan anak (sekitar Rp3,4 juta), 160 poundsterling untuk biaya bahan bakar (sekitar Rp 2,8 juta), serta cicilan pinjaman yang mereka gunakan pada upacara dan resepsi pernikahan. Selain itu, keputusan membeli rumah dan pindah ke rumah baru pun mengharuskan keluarga ini berhadapan dengan biaya-biaya lain untuk makelar, serta biaya kepindahan.

www.dailymail.co.uk Jeremy Cole (49), Bennie Cole, dan anak mereka yang baru berusia enam bulan, Dylan, saat ini harus tinggal bersama di apartemen sempit. Pasangan Cole sepakat bahwa mereka membutuhkan tempat tinggal baru yang lebih besar. Sayangnya, rencana ini tidak mudah diwujudkan.
Menurut Dailymail, hal yang sama juga terjadi bagi jutaan keluarga lain di Inggris. Setidaknya satu dari lima keluarga di negara tersebut kini hanya mampu menyewa rumah.

Saat ini, ada 1,2 juta keluarga, termasuk orangtua tunggal, tercatat oleh Shelter Housing Charity mengalami masalah tersebut. Jumlah tersebut bahkan meningkat.

Sebelumnya, dalam dua tahun lalu, jumlah keluarga yang mengalami hal serupa berjumlah satu juta keluarga. Keluarga yang mampu memiliki rumah di Inggris kini berjumlah 64 persen dari keseluruhan keluarga. Jumlah ini merupakan jumlah terendah dalam 30 tahun belakangan.

Sementara itu, angka lebih mendetil dikeluarkan oleh English Housing Survey. Menurut data tersebut, pada 2012 lalu 874.000 pasangan dengan anak-anak mereka menyewa rumah pada sektor swasta. Sebelumnya, pada 2008/2009 hanya berjumlah 535.000 dan pada 2006/2007 berjumlah 386.000.

Sokongan orang tua

Mengatasi masalah ini, Pemerintah Inggris sudah membuat berbagai program seperti skema Help To Buy. Sayangnya, program ini justeru dicurigai mampu mendorong harga hingga semakin sulit diraih.

Menurut Direktur Adam Smith Institute, Sam Bowman, memberikan subsidi bagi pembeli rumah hanya akan mendorong harga rumah semakin tinggi.

"Hal ini berisiko bubble, meningkatkan akses bagi segelintir orang namun membuat hunian semakin tidak terjangkau bagi banyak orang," ujar Bowman.

Berkembang satu kepercayaan di masyarakat Inggris, bahwa satu-satunya golongan yang mampu membeli rumahnya sendiri adalah mereka yang memiliki orangtua atau keluarga kaya. Menurut Shelter, pada Juli lalu para orangtua sudah menyumbangkan dua miliar poundsterling untuk menolong anak-anak mereka (antara usia 18 hingga 40-an) membeli rumah. Sayangnya, hal ini tidak berlaku bagi semua orang.

Harga hunian di Inggris semakin meningkat tajam, sementara penghasilan tidak meningkat, bahkan nilainya semakin menurun karena kenaikan harga. Selain itu, suku bunga pinjaman pun tidak mampu mengalahkan inflasi.

Jalan keluar untuk menghadapi masalah ini adalah dengan menabung. Selain itu, lupakan sementara keinginan untuk tinggal di rumah sendiri. Selama satu atau dua tahun tinggal bersama orang tua mampu mengendapkan cukup banyak simpanan uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau