Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inikah Saatnya Qatar Terpuruk?

Kompas.com - 27/06/2013, 17:44 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Sumber albawaba

KOMPAS.com - Menarik mencermati perjalanan sejarah Qatar. Tak kalah dramatis ketimbang Uni Emirat Arab dengan Dubai sebagai motor penggeraknya. Mulai dari pengembangan properti besar-besaran di berbagai sektor seperti apartemen, hotel dan perkantoran, eksportir terbesar gas alam cair, hingga kesediaannya menjadi tuan rumah Piala Dunia Sepak Bola 2022.

Nah, jika pernah ada tindakan dan upaya keras untuk diikuti di antara para pemimpin Negara Teluk, maka itu adalah Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani. Emir Qatar ini telah sukses menyerahkan kepemimpinanannya dengan damai kepada sang putera mahkota Sheikh Tamim. Sebuah artikel berikut yang tayang di situs Albawaba.com menyoroti jalan panjang Qatar secara lugas.

Dalam 18 tahun kepemimpinannya, Sheikh Hamad sukses membawa Qatar mencetak lonjakan gross domestic product (GDP) yang menakjubkan. Dari sebelumnya hanya 30 dollar AS (Rp 297.030) menjadi 200 miliar dollar AS (Rp 1.980 triliun). Tak hanya itu, Qatar pun rajin membenamkan investasinya di segala bidang. Termasuk menjadi sponsor klub sepakbola paling beken di jagat raya, Barcelona, dan memiliki saham di Harrods.

Dengan keberhasilannya ini, Sheikh Hamad dijuluki "Manusia Gas". Predikat ini tepat adanya. Pasalnya, di bawah kendalinya, negeri mini ini menjadi eksportis gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) terbesar di dunia yang didanai pinjaman tak kalah besar dan memanfaatkan teknologi canggih terbaru.

Negara lain bukannya tak memiliki SDA yang sama. Iran contohnya, kaya LNG. Namun, pasar dunia secara diplomatis enggan berhubungan bisnis dengan negara ini. Berbeda dengan Qatar, di tangan Sheikh Hamad semuanya bisa terjadi, ia memenangkan hati teman-temannya dan pergi meninggalkan mereka dengan rasa kehilangan mendalam. 

Bagaimana nasib Qatar di tangan generasi anyar? Para pengamat memproyeksikan Sheikh Tamim tidak akan memiliki kesempatan yang sama untuk membuktikan tajinya.

Mengapa demikian? Pertama, masa depan LNG sebagai basis "aset" Qatar, sangat jelas berada di Amerika Serikat. Pasalnya, mereka tengah mengembangkan deposit shale gas. Dus, harga gas telah jatuh dan akan terus menurun karena mereka mulai mengekspornya. Tentu saja, ini bukan kabar baik bagi Qatar.

Kedua, masalah utang. Dalam beberapa tahun terakhir, Qatar terlilit utang dalam jumlah sangat besar. Gaya "investasi Dubai" rupanya menjalar juga ke negeri ini, di mana segala kemungkinan dibiayai oleh dana pinjaman. Jika Dubai dihantam krisis pada 2009 lalu, akankah saat ini giliran Qatar?

Masalah "Bubble"

Sejatinya, indikator Qatar akan terpuruk mulai jelas tergambar dari beberapa bentuk "keangkuhan" mereka; pembangunan proyek properti skala mercusuar secara masif tanpa diimbangi kuatnya permintaan (kebutuhan riil), bisnis penerbangan yang tidak dikelola secara profesional sehingga merugi, tertundanya pembangunan bandara baru, pembangunan stadion ber-AC untuk perhelatan Piala Dunia Sepak Bola 2022 yang tak kunjung progresif, pengembangan metropolitan Doha yang tak berujung serta ketidakjelasan aturan main dalam bisnis komersial. 

Semua hal tersebut telah mengkonfirmasi bahwa Qatar di ambang terjerembab secara ekonomis. Belum lagi imbal hasil obligasi Pemerintah yang melonjak tinggi sejak Federal Reserve mengisyaratkan pengetatan likuiditas pekan lalu. Meskipun Qatar terkaya di dunia, namun pasar pasti akan membatasi pinjaman untuk negara ini.

Setiap kisah sukses pasar yang sedang bertumbuh pasti memiliki polanya sendiri. Kendati Qatar termasuk luar biasa, akan tetapi, masa keemasan akan segera berakhir, dalam waktu singkat, seiring kepemimpinan anyar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber albawaba
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com