Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potongan Rasional Tabungan Perumahan 2,5 Persen Saja!

Kompas.com - 12/06/2013, 21:03 WIB
Tabita Diela

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada dasarnya merupakan pembelajaran agar masyarakat mampu berdisiplin diri dalam menabung dan mendapatkan rumah. Sayangnya, pembahasan yang berlarut-larut serta adanya "tarik ulur" mengenai subjek yang dikenakan serta besaran potongan penghasilan menimbulkan sinisme dari masyarakat.

Menteri Negara Perumahan Rakyat Djan Faridz berharap jumlah potongan Tapera tidak memberatkan masyarakat.

"Jumlah potongan harus moderat. Sekitar 2,5 persen. Tapi DPR kan maunya 5 persen," ujar Raridz seusai acara pembukaan Musyawarah Nasional IV Apersi di Jakarta, Rabu (12/6/2013)

Potongan penghasilan sebesar 5 persen memang memberatkan. Karena selain Tapera, terdapat potongan-potongan lain yang harus dibayarkan oleh pekerja, seperti Jamsostek dan dana pensiun. Untuk itu, Ketua Umum DPP APERSI Eddy Ganefo, menilai bahwa angka 5 persen terlalu banyak. Meskipun penting, kehadiran Tapera belum terlalu mendesak.

Namun begitu, Faridz tetap berpendapat, Tapera sangat penting. Selain dapat membantu masayarakat memiliki rumah pertama, juga masalah kedisiplinan menabung.
"Dua setengah persen merupakan angka yang rasional. Besaran potongan ini jauh sekali dengan potongan yang diberlakukan di Singapura," imbuh Faridz.

Tahun 1960 Singapura mencanangkan pembangunan rumah bagi rakyatnya. Saat itu, Singapura memotong gaji pekerja sebesar 50 persen untuk perumahan, kesehatan dan tunjangan hari tua. Sekarang ini, potongan gaji pekerja di Singapura sebesar 36 persen. Duapuluh empat persen dari potongan gaji itu diperuntukan bagi tabungan perumahan yang bersifat wajib.

Dengan kebijakan itu, kebutuhan rumah di Singapura saat ini sudah terpenuhi 84 persen, sedangkan delapan persen merupakan rumah sewa yang disediakan pemerintah.
Oleh karena itu, kehadiran Tapera dianggap Faridz sangat penting. Pasalnya, para pekerja sudah terlalu lama menghabiskan penghasilannya untuk hal yang pada akhirnya tidak akan mereka miliki.

"Komponen gaji pekerja paling banyak tergerus untuk sewa rumah antara Rp 450.000-Rp 600.000 satu bulan. Sementara cicilan untuk memiliki rumah sebesar Rp 700.000 dengan jangka waktu 15 tahun. Tentu saja lebih baik membayar cicilan untuk rumah yang bisa dimiliki ketimbang sewa yang "menguap" begitu saja," ujar Faridz

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau