Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Mekanisme yang Jelas, Tapera Berpotensi Jadi Lahan Korupsi!

Kompas.com - 07/06/2013, 16:14 WIB

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berlarut-larutnya pembahasan Rancangan Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU) Tapera, mencuatkan sinisme negatif. Tidak saja menggambarkan ketidakmampuan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat bersepakat dengan DPR, mengenai besaran iuran dan subyek sasaran. Melainkan juga kekhawatiran lahirnya praktik dan ladang korupsi baru.

Menurut pengamat properti dari Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, tanpa mekanisme yang jelas, dengan atau tanpa badan baru, Tapera berpotensi menjadi lahan korupsi. Padahal, Tapera seharusnya menjadi bagian dari 'tabungan-tabungan lain' yang saat ini membebani karyawan.

"Kita sudah memiliki tabungan serupa yakni Jamsostek, Bapertarum dan lain-lainnya. Seharusnya itu menjadi satu macam pungutan saja. Hal yang krusial adalah bagaimana mekanisme penarikannya. Apakah bisa dengan mekanisme digabungan dengan Jamsostek atau Bapertarum," ujar Ali kepada Kompas.com, Jumat (7/6/2013).

Ali menyarankan, sebaiknya pengelolaan Tapera menggunakan badan yang sudah ada dan tidak perlu di bawah Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). Hal itu mengingat Kemenpera hanya sebagai regulator.

"Saya melihat, Menpera ingin badan pengelola Tapera tersebut berada di bawah otoritasnya," ujar Ali.

Nantinya, setelah UU Tapera disahkan, uang yang terhimpun akan dikelola oleh satu badan pengelola untuk membangun perumahan murah bagi pekerja. Setelah setahun menabung, pekerja berhak mengajukan kepemilikan rumah dengan cicilan ringan hingga 30 tahun.

Masalahnya, saat ini sudah ada badan pengelola yang fungsinya kurang lebih sama, yakni Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS). Badan ini memberikan Bantuan Sebagian Biaya Membangun (BM) Kredit Membangun Rumah (KMR) kepada PNS. Besarannya disesuaikan dengan level pekerja;  Rp 1.200.000 untuk PNS golongan I, Rp 1.500.000 untuk PNS golongan II dan Rp 1.800.000 untuk PNS golongan III.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com