JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) mengusulkan agar DPR RI merombak rancangan undang-undang tabungan perumahan rakyat (RUU Tapera). Perbanas menilai konsep Tapera masih belum matang.
"Seharusnya sebelum dibahas isinya, baiknya Pansus membicarakan dulu roadmap atau cetak biru mengenai pengembangan dan penyediaan rumah rakyat," kata Ketua Perbanas Sigit Pramono dalam rapat dengar pendapat dengan Pansus RUU Tapera di Jakarta, Rabu (20/3/2013).
Menurut dia, isi RUU sejauh ini hanya menjamin penyediaan pembiayaan perumahan, tetapi masih belum menjamin penyediaan rumah secara fisik. Padahal, masyarakat (peserta) yang tergiur akan menagih realisasi pembangunan rumah secara fisik. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan membuat peserta program Tapera, yang kabarnya diwajibkan untuk seluruh warga negara, menuntut pihak-pihak tertentu yang tidak memiliki kepentingan langsung.
"Saya rasa, sebaiknya RUU Tapera dirombak seluruhnya. Akan lebih baik, jika pemerintah membuat UU mengenai penyediaan perumahan rakyat, dan program Tapera masuk kedalamnya. Jadi, bukan hanya penghimpunan dananya saja terselesaikan, tetapi juga rumahnya secara fisik," katanya.
Dia mengatakan, Indonesia sebetulnya bisa mencontoh Singapura yang memiliki program penyediaan dana perumahan dan perumahan dengan sangat bagus dan terkoordinasi. Upaya tersebut juga mendapat intervensi dari pemerintah.
"Makanya, kami juga menyarankan agar pihak pengelolanya nanti menggunakan BUMN yang sudah ada, karena mereka telah berpengalaman dengan hal seperti ini," katanya.
Sigit juga mengkritisi banyak hal dari isi RUU Tapera. Menurut dia, ada banyak istilah tidak dijelaskan secara rinci sehingga dikhawatirkan bisa menimbulkan salah pengertian. Hal seperti itu, dikhawatirkan akan disalahgunakan untuk kepentingan suatu pihak sehingga menciptakan moral hazard.
Belum lagi, pemilihan frasa "tabungan" dalam RUU itu sama sekali tidak mencerminkan konsep menabung, seperti yang diaplikasikan dalam industri jasa keuangan seperti bank. Selain itu, dia juga berpendapat, bahwa azas dalam RUU tersebut masih terlalu banyak. Azas yang pada hakikatnya adalah dasar UU, menurut Sigit, sebaiknya disederhanakan sesuai porsinya.
"Menurut kami, hanya dua saja yaitu gotong royong dan nirlaba, itu saja cukup," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.