JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengatakan, konsep tabungan perumahan rakyat dan kepemilikan rumah bagi seluruh rakyat akan mengadopsi yang sudah dilakukan beberapa negara tetangga. Singapura dan Malaysia berhasil melakukan konsep itu.
Faridz mengatakan, pada 1960 Singapura mencanangkan pembangunan rumah bagi rakyatnya. Saat itu, Singapura memotong gaji pekerja sebesar 50 persen untuk perumahan, kesehatan dan tunjangan hari tua. Sekarang ini, kata Faridz, potongan gaji pekerja di Singapura sebesar 36 persen. Sementara itu, sebesar 24 persen dari potongan gaji itu diperuntukkan bagi tabungan perumahan yang bersifat wajib.
"Dengan kebijakan itu, kebutuhan rumah milik di Singapura saat ini sudah terpenuhi 84 persen, sedangkan delapan persen merupakan rumah sewa yang disediakan pemerintah. Nanti, hal itu juga bisa kita tiru, tetapi di awal mungkin lebih banyak rumah sewa yang disediakan pemerintah," katanya.
Nantinya, kata Faridz, pekerja di Indonesia bisa mulai mencicil rumah setelah menabung selama setahun dalam Tapera. Hal itu bisa dilakukan setelah rancangan undang-undang (RUU Tapera) sudah disahkan menjadi undang-undang.
"Saat ini yang masih dibahas adalah beberapa potongan dari gaji pekerja yang akan digunakan sebagai tabungan. DPR mengusulkan lima persen, tetapi pemerintah mengusulkan satu persen hingga lima persen agar tidak memberatkan," kata Djan Faridz di Jakarta, Rabu (5/6/2013).
Faridz mengatakan, uang yang dihimpun dari Tapera itu kemudian akan dikelola oleh badan pengelola untuk membangun perumahan murah bagi pekerja. Setelah setahun menabung, pekerja berhak mengajukan kepemilikan rumah dengan cicilan ringan hingga 30 tahun.
"Misalnya potongan untuk tabungan Rp 50 ribu per bulan, dikalikan dengan jumlah pekerja seluruh Indonesia tentu jumlahnya sangat besar. Dana itu kemudian langsung digunakan oleh badan pengelola untuk membangun rumah," tuturnya.
Faridz mengatakan uang yang sudah dibayarkan pekerja melalui tabungan perumahan rakyat itu bisa saja dimasukkan dalam komponen uang muka, maupun mengurangi cicilan yang harus dibayarkan setiap bulan.
"Itu juga yang menjadi salah satu hal yang sedang dibahas apakah uang yang ditabungkan itu masuk dalam komponen uang muka atau cicilan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.