Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua APERSI: Tabungan Perumahan Jangan Jadi "Bancakan"!

Kompas.com - 07/06/2013, 18:55 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Eddy Ganefo mengatakan bahwa Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebenarnya merupakan usulan APERSI. Setelah digodok, kini Tapera menjadi inisiatif DPR.

Demikian diungkapkan Eddy Ganefo seusai keterangan pers Musyawarah Nasional APERSI yang akan dilaksanakan pada 12 - 13 Juni 2013 di Jakarta, Jumat (7/6/2013).

"Setelah baca RUU-nya, banyak yang harus dibenahi supaya Tapera tidak sebatas undang-undang, terutama soal besaran iuran," ujar Eddy.

Dia juga mengutarakan ketidakjelasan bentuk dan skema yang tepat bagi pekerja swasta, pegawai negeri sipil (PNS), aparat keamanan, serta pekerja informal. Eddy mengatakan, besaran 5 persen iuran dari penghasilan untuk Tapera terlalu besar.

"Terlalu banyak kalau 5 persen. Mereka banyak potongan-potongan lain (dalam penghasilannya), tidak hanya untuk perumahan saja," kata Eddy.

Menurut dia, meskipun dianggap penting, kehadiran Tapera belum terlalu mendesak. Tapera seharusnya menjadi ajang pembelajaran agar masyarakat terbiasa menabung.

"Makanya, Tapera ini untuk melihat kedisiplinan menabung. Jadi, kalau mereka benar-benar ingin punya rumah, di samping besaran yang sudah ada ini, mereka tambah lagi berapa dari masing-masing. Dari hasil tabungan mereka, dalam enam bulan umpamanya, yang non-fix income ini akan ketahuan, bahwa mereka ini sebetulnya mampu. Kalau mampu, ya sudah, dikasih KPR. Sekarang ini banyak sekali non-fix income yang dianggap tidak mampu, karena tidak ada tolok ukurnya," ujarnya.

Pembenahan selanjutnya adalah mengenai pengelolaan Tapera. Eddy mengharapkan agar pengelolaan dana ini tidak menjadi "bancakan".

"Saya melihat sekarang ini banyak yang menggebu-gebu ingin membentuk badan ini, ada apa ini sebenarnya. Saya juga tanda tanya, jangan-jangan sudah rebutan ingin menjadi direksi di sana," kata Eddy.

Eddy mengaku kurang sepakat menyoal badan pengelola Tapera tersebut, seperti disebutkan pada RUU Tapera itu. Ia berharap agar polanya dipikirkan kembali.

"Saya kurang sependapat dengan pengelola yang dirancang dalam undang-undang. Saya lihat, polanya mereka (badan) akan menjadi 'super' di situ. Semua biaya ada di mereka, mereka mengelola sendiri, tidak ada lagi siapa yang harus mengawasi," imbuhnya.

Eddy menyarankan, bentuk pengelolaan ideal adalah bila pengelolaan diberikan kepada bank. Namun demikian, penyalurannya tetap melalui badan pemerintah yang sudah ada.

"Cuma pengawasannya yang harus kita pikirkan seperti apa. Misalnya, kita tunjuk perbankan atau kita tunjuk BLU (Badan Layanan Umum) yang tetap sifatnya. Karena ini kan terus-menerus, atau juga bisa di bawah Menkeu, atau di bawah salah satu kementerian," tandas Eddy.

Baca juga: Yuk... Menghitung Cicilan KPR yang Ideal!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau