Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi, Pembangunan Ini Sesungguhnya untuk Siapa?

Kompas.com - 02/08/2011, 12:17 WIB

KOMPAS.com — "Sekarang kalau mau ke pasar jalan lewat sawah dan parit di belakang kompleks. Kalau capek, pakai ojek Rp 3.000 sekali antar, tapi jalannya agak berputar sedikit".

Begitu pengakuan Sofi (36), warga Perumahan Legok Indah, Kabupaten Tangerang. Enam tahun sudah, ibu dua anak itu terbiasa hidup di tengah perumahan yang nyaris tanpa fasilitas publik memadai.

Sofi menempati rumah tipe 27, terdiri dari dua kamar, ruang tamu, satu kamar mandi, dan sedikit halaman di tanah seluas 60 meter persegi. Perumahan itu berjarak kurang dari dua kilometer dari Jalan Raya Gading Serpong yang menghubungkan perumahan-perumahan besar di Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang.

Tahun 2005, ia dan suaminya, seorang buruh pabrik di Kabupaten Tangerang, Banten, membayar uang muka sebesar Rp 5 juta dan memulai kredit rumah senilai Rp 45 juta selama 10 tahun. Sedikitnya Rp 600.000 per bulan harus disisihkan Sofi dari upah suaminya, ditambah uang tabungannya hasil berjualan makanan kecil untuk membayar cicilan rumah.

Tembok gapura dan pos satpam yang mengelupas catnya menyambut setiap orang yang akan memasuki perumahan yang ditempati Sofi. Aspal jalan tampak telah lama mengelupas.

Di sejumlah ruas lain justru hanya berupa jalan tanah saja. Beberapa rumah kosong juga tampak tak terurus dengan rumput tinggi dan cat yang mulai luntur. Ada pengumuman "oper kredit" di salah satu pintu rumah. Di sebuah pintu tertulis pengumuman rumah tersebut telah diambil alih oleh bank tertentu.

Namun, kendati ada kesan kurang terurus, perumahan ini cukup padat. Ada SMA Negeri 17 di dalam kompleks yang terdiri dari empat RW ini.

"Sekarang air juga sudah ada yang bersih, tetapi memang tidak semua warga bisa dapat air bersih," tambah Sofi.

Setiap RW terdiri dari 4-5 RT dan setiap RT mencakup sekitar 40-50 kepala keluarga. Kini, sebagian warga mengambil air bersih dari mata air di kampung dekat perumahan.

"Untungnya warga di kampung itu mau berbagi dengan kami. Kami cuma modal pipa paralon dan pompa air kecil untuk mengalirkan air ke rumah," ujar Sofi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com