Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengharapkan Perbankan Tidak Perketat Kredit

Kompas.com - 23/10/2008, 11:44 WIB

SEPERTI halnya negara-negara lain di dunia, pasar keuangan Indonesia juga bergejolak terimbas krisis keuangan yang terjadi di negara superpower Amerika Serikat. Meskipun tidak separah AS dan negara-negara Eropa, pasar keuangan domestik tetap mengalami pelemahan.

Kurs rupiah dan bursa saham melemah, sementara likuiditas ketat sehingga menyebabkan terganggunya aliran kredit dari perbankan ke sektor riil. Bank yang memiliki likuiditas berlebih cenderung menahan dananya untuk menjaga kemungkinan kian langkanya likuiditas.

Risiko sektor riil yang kian besar seiring melambatnya pertumbuhan ekonomi global juga membuat perbankan sangat selektif dan berhati-hati menyalurkan kredit. Lalu, bagaimana dengan prospek kredit properti, terutama kredit kepemilikan rumah (KPR), ke depan?

Ekonom BNI Ryan Kiryanto kemarin di Jakarta mengatakan, gejolak keuangan yang terjadi saat ini mau tidak mau memang akan memaksa bank meninjau ulang seluruh kebijakan kreditnya, termasuk properti. Kesalahan strategi dalam penyaluran kredit akan berakibat fatal di kemudian hari. Intinya, bank saat ini ingin mengamankan likuiditasnya dan menjaga kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) tidak membengkak.

Strategi yang dilakukan bank umumnya ialah mengerem kredit yang berkategori antara lain terkait investasi jangka panjang, berdenominasi valas, terkait komoditas yang harganya anjlok seperti pertambangan dan perkebunan, kredit konsumsi yang rentan terpengaruh turunnya daya beli masyarakat, dan kredit yang selama ini penyalurannya sudah cukup ekspansif. Pengereman kredit biasanya diikuti kenaikan suku bunga kredit untuk mengompensasi tingginya risiko.

Di lain pihak, bank tetap akan melakukan ekspansi kredit secara hati-hati dan selektif di sektor-sektor yang relatif tidak terpengaruh krisis keuangan dan memiliki NPL rendah.

Berdasarkan data Bank Indonesia, selama periode Agustus 2007-Agustus 2008, kredit properti bertumbuh 39 persen dari Rp 136,97 triliun menjadi Rp 190,08 triliun. Pertumbuhan kredit sektor ini di atas rata-rata pertumbuhan kredit seluruh sektor yang sebesar 32 persen.

Menurut Ryan, maraknya kredit properti tak terlepas dari kecenderungan turunnya suku bunga kredit selama periode tersebut dan kebutuhan rumah yang selalu tinggi akibat pasokan yang tak pernah seimbang dengan permintaan.

Kredit properti tumbuh merata di semua jenis, yakni konstruksi, real estate, dan kredit pemilikan rumah (KPR) serta kredit pemilikan apartemen (KPA). Dalam struktur kredit properti, KPR dan KPA yang tergolong sebagai kredit konsumsi memiliki porsi terbesar, yakni 62 persen.

Menurut Ryan, berdasarkan data tersebut, kredit properti memang tergolong cukup ekspansif selama ini. ”Bank untuk sementara tentunya akan mengerem kredit yang dinilai terlalu ekspansif. Artinya, kredit properti dalam setahun ke depan tetap akan tumbuh meskipun tidak lagi secepat sebelumnya,” kata Ryan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com