JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembang yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) berharap pemerintah melalui Kementerian pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lebih kreatif dalam mengembangkan skema pembiayaan rumah subsidi yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Apersi berharap pada 2020 nanti urusan rumah subsidi ada perbaikan. Berdasarkan pengalaman tahun ini banyak kebutuhan MBR tak terakomodasi untuk memiliki hunian, padahal rumah subsidi adalah bagian dari program sejuta rumah (PSR) yang dicanangkan pemerintah.
"Tahun 2020 itu kebutuhannya sebesar 250 ribu unit. Tiap tahun kan kenaikannya 20 ribu unit. Ironisnya, anggaran subsidi melalui skema fasilitas likuditas sebesar Rp9 triliun itu hanya untuk 80 ribu unit," kata Junaidi Abdillah, Ketua Umum Apersi, usai rapat kerja nasional (Rakernas) dan Hut ke 21 Apersi, Rabu (11/12/2019).
Selain itu, lanjut Junaidi, pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2TB) hanya untuk 40 ribuan unit. Dari kedua skema itu, menurut dia, akan habis pada tengah 2020.
Untuk itulah, Apersi berharap pemerintah harus lebih kreatif terkait pembiayaan rumah subsidi agar jumlah unit yang disubsidi lebih banyak.
"Jumlah subsidi tahun depan akan habis lebih cepat waktunya sehingga harus ada jalan ke luar agar pengalaman tahun ini tidak terulang. Pemerintah sudah banyak mengurangi subsidi lain, seperti listrik dan BBM, tapi untuk perumahan jangan," tambah Junaidi.
Junaidi mengatakan, pemerintah harus menghitung lagi dana yang ada dengan melihat potensi dana di pemerintah dan perbankan. Perhitungan itu dibutuhkan untuk mendorong jumlah unit jadi lebih banyak dan tingkat suku bunga acuan tidak memberatkan masyarakat.
Dia mengaku, penambahan anggaran itu sudah diusulkan kepada Dirjen Pembiayaan Kementerian PUPR.
Terkait skema FLPP, tambah Junaidi, tidak akan menambah beban pemerintah karena sifat dananya bergulir. Begitu juga dengan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2TB). Namun, yang ditakutkan Junaidi skema itu bisa berhenti kapan saja, karena sifatnya berupa pinjaman dari Bank Dunia.
"Kami juga mengusulkan agar anggaran untuk pembangunan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) bisa digulirkan ke FLPP, karena pembangunan PSU bisa dilakukan swadaya oleh pengembang," tambah Junaidi.
Menurut Junaidi, dana PSU dengan anggaran terbatas menyebakan sebagian pengembang tidak bisa menikmati dan ada perasaan tidak adil. Dia berharap dana PSU bisa disatukan dengan dana FLPP agar lebih banyak lagi dana untuk rumah subsidi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.