Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembang Anggap Perhatian Pemerintah atas Rumah Subsidi Timpang

Kompas.com - 29/08/2019, 18:47 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keseriusan pemerintah dalam menangani masalah perumahan rakyat dipertanyakan. Di satu sisi, kebutuhan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) selalu meningkat setiap tahunnya seiring pertumbuhan jumlah penduduk. Namun di sisi lain, aspek dukungan pendanaan yang digelontorkan pemerintah masih kurang.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdullah menilai, perhatian pemerintah terhadap sektor perumahan rakyat timpang bila dibandingkan dengan infrastruktur.

"Katakanlah saat ini sedang gonjang-ganjing anggaran terbatas. Padahal di satu dirjen, tapi anggaran berbeda. Ketika bicara anggaran (perumahan), ini adanya di Kemenkeu. Padahal di salah satu dirjennya, infrastruktur jalan terus, sedangkan perumahan masih dalam usulan," kata Junaidi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (29/8/2019).

Selain itu, ia menilai, pemerintah kerap mengeluarkan kebijakan yang kurang mendukung pengembang. Misalnya, kewajiban memenuhi sertifikat laik fungsi dalam pembangunan hunian subsidi bagi MBR.

Aturan ini sejuah ini baru bergaung di level pusat. Namun masih kurang bersambut di tingkat pemerintah daerah. Di sisi lain, pengembang diminta mengikuti kewajiban SLF. Namun, dalam pembangunan hunian subsidi ada sejumlah aturan, termasuk aturan pemda yang harus dipenuhi.

"Hingga kini masih banyak pemerintah daerah yang belum memeliki regulasi terkait SLF. Jadi ini menurut saya peraturan yang sengaja mengerem karena anggaran tidak ada," kata dia.

Sebelumnya, kuota rumah subsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada tahun ini disebut sudah hampir habis. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) disebut telah mengajukan alokasi tambahan FLPP ke Kementerian Keuangan untuk 140 ribu unit rumah subsidi.

Namun, usulan tersebut tidak bisa serta merta dapat langsung disetujui, lantaran harus melewati mekanisme pembahasan APBN Perubahan di Parlemen. Untuk diketahui, dari sekitar 68.858 unit kuota FLPP tahun ini, diperkirakan penyerapannya telah mencapai 80 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau