JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan perumahan yang diklaim pemerintah telah dilakukan secara masif, dinilai belum cukup mampu untuk menekan angka kebutuhan rumah atau backlog. Hingga kini, backlog perumahan disinyalir menyentuh angka 7,6 juta unit.
Menurut Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) ITB Jehansyah Siregar, backlog perumahan yang ada saat ini melebihi klaim pemerintah, yakni mencapai 15 juta unit.
Di lain pihak, laju urbanisasi yang cepat turut menjadi penyumbang pesatnya pertumbuhan pemukiman kumuh di wilayah perkotaan yang diperkirakan telah mencapai 60 ribu hektar.
"Berbagai program perumahan umumnya hanya menyentuh lapisan teratas dan menyisakan sebagian besar kelompok masyarakat yang tidak mampu menjangkau rumah sederhana. Akhirnya, kondisi ini hanya membawa masyarakat hidup di lingkungan yang kumuh, tidak sehat, dipenuhi penyakit sosial, miskin, tidak produktif dan semakin jauh dari cita-cita memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Jehansyah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Peliknya persoalan penyediaan rumah, menruut dia, tidak bisa hanya diselesaikan oleh pejabat dengan level direktur jenderal. Melainkan, persoalan ini harus diselesaikan oleh pajabat setingkat menteri yang secara fokus merampungkan masalah ini.
Secara karakteristik, ia menambahkan, urusan perumahan rakyat berbeda dengan pekerjaan umum. Sebab, pekerjaan yang ditangani Kementerian PU secara umum merupakan proyek enjinering dengan kandungan teknis tinggi, manajemen proyek rumit dan anggaran besar.
Sedangkan perumahan rakyat lebih banyak mengurusi dimensi sosial ekonomi dan komunikasi dengan para pihak dan melibatkan multi pihak pemangku kepentingan.
"Dimensi-dimensi vital perumahan rakyat ini akan terancam terabaikan dalam iklim pekerjaan teknis ke-PU-an. Perbedaan mendasar ini membutuhkan penanganan yang berbeda, mulai dari paket proyek yang berbeda hingga pola komunikasi," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.