Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Pengamat, Kebocoran SPAM Lebih dari 30 Persen

Kompas.com - 31/01/2019, 10:09 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sistem penyediaan air minum (SPAM) untuk penduduk di Indonesia, baik di perkotaan maupun perdesaan, dinilai masih minim sehingga pelayanannya kepada masyarakat tidak maksimal.

Bambang Susanto Priyohadi mengatakan hal itu saat diskusi tentang pembangunan infrastruktur yang bertajuk “Indonesia Pasca Jokowi, Pembangunan Infrastruktur untuk Dinikmati Siapa?” di Media Center Prabowo-Sandi, Jakarta, Rabu (30/1/2019).

Menurut dia, minimnya penyediaan air itu akibat menurunnya kualitas sumber air dan rendahnya kualitas manajemen Perusahaan Daerah  Air Minum (PDAM). Dari data yang disebutkan, tingkat kehilangan air di 378 PDAM seluruh Indonesia mencapai 32,80 persen.

Baca juga: Pengamat: Jalan Tol Kosong, Hanya untuk Kebutuhan Sesaat

“Dari 378 PDAM, rata-rata kebocoran 30 sampai 35 persen. Misalnya PAM Jaya tahun lalu sekitar 40 persen, ternyata hampir Rp 700 miliar. Ini terjadi di semua PDAM, bayangkan jumlah kebocorannya. Ini masalah besar,” ujar Bambang.

Tak hanya itu, sumber serta kualitas air mentah juga kotor dan polutif. Karena itu, sebagian masyarakat masih menggunakan air tanah atau sumur sebagai sumber air.

Lama-kelamaan, hal itu mengakibatkan air tanah bercampur dengan air laut, atau dikenal dengan istilah intrusi, sehingga air yang dikonsumsi masyarakat ada yang terasa asin.

“Sebagian orang masih pakai air tanah dalam atau sumur. Akibatnya, intrusi air laut. Di Jakarta, wilayah di utara Monas itu airnya sudah asin. Intrusi juga menyebar ke timur dan barat, dari Karawang ke Tangerang,” ucap Bambang.

Masih terkait pengairan, dia menambahkan, pembangunan bendungan tidak dikembangkan dengan membuat jaringan induk dan jaringan lainnya sehingga timbul masalah ketidakserasian.

Baca juga: Kebijakan Perumahan Nasional Dianggap Tidak Jelas

Selain itu, aliran air juga dikatakan semakin berkurang akibat penurunan luas hutan. Ditambah lagi, penyusutan luas lahan persawahan produktif dan kawasan resapan air.

“Jaringan induk banyak yang rusak, belum ke jaringan sekunder dan tersier. Kemudian, banyak sawah menciut. Berapa jumlah lahan yang berkurang? Di atas 5.000 meter persegi per tahun,” imbuhnya.

Di samping itu, masalah penyusutan hutan juga berdampak pada penurunan kapasitas bendungan yang disebutkan lebih dari 50 persen.

“Soal lain yaitu masalah sumber air bendung. Terjadi pengikisan hutan yang besar. Lebih dari 50 persen kapasitas bendung menurun. Lihat Jatiluhur, Saguling, Cirata, dan Kedungombo. Itu karena hutan tidak terjaga baik. Inilah yang perlu dikembangkan,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com