JAKARTA, KOMPAS.com - Selain Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), setiap daerah juga perlu memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Namun, hingga kini RDTR yang ada baru sekitar 45, padahal seharusnya Indonesia memiliki sekitar 2.000-an.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Abdul saat wawancara dengan Kompas TV, Kamis (11/10/2018).
Baca juga: Baru 45 RDTR yang Sudah Jadi Raperda
Ketika Kompas.com mencoba menanyakan hal tersebut, Abdul menjawab, minimnya RDTR yang sudah tersusun karena hal tersebut merupakan wewenang dari pemerintah daerah (pemda).
"Kami sekarang enggak bisa ngasih bantuan teknis untuk bikin RDTR karena bukan tupoksi kami," ujar Abdul ketika dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (12/10/2018).
Padahal RDTR ini memudahkan pemda untuk mempercepat perizinan suatu usaha.
Abdul menjelaskan, dengan adanya RDTR, pemerintah daerah bisa langsung mengeluarkan izin bagi pelaku usaha.
Ditambah dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
"Bagi pemda yang sudah memiliki rencana detailnya RDTR-nya itu izin lokasi bisa langsung keluar, langsung terbit, tapi kalau enggak harus pakai rekomendasi, dan lain-lain," ungkap Abdul.
"Misal kalau mau bangun gedung ketinggian maksimalnya empat lantai, untuk padat bangunan harus diatur juga," tutur Abdul.
RDTR suatu wilayah juga mengatur peruntukan suatu wilayah secara lebih detail. RDTR juga memiliki dua fungsi yakni sebagai alat operasional RTRW dan sebagai acuan perizinan.
"Misalnya perdagangan atau perkantoran, lebih detail kan ngaturnya," imbuh dia.
Hal ini membuat pemerintah daerah tidak memiliki fleksibilitas dalam menentukan peruntukan suatu wilayah apabila sudah diatur dalam RDTR.
"Misalnya ada investor masuk berminat bangun kawasan industri di wilayah tersebut, tapi di RDTR-nya sudah dibikin kawasan perumahan, nah udah enggak bisa lagi," jelas Abdul.