Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosialisasi Potensi Likuefaksi Terganjal Masalah Teknis dan Sosial

Kompas.com - 08/10/2018, 22:08 WIB
Erwin Hutapea,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Potensi terjadinya likuefaksi atau pergerakan tanah di suatu daerah sebenarnya sudah diketahui, termasuk yang baru-baru ini terjadi di Sulawesi Tengah.

Para ilmuwan sudah melakukan penelitian sebelumnya dan aturan pun telah dibuat oleh pemerintah melalui instansi terkait.

Namun, dalam pelaksanaannya, peringatan akan terjadinya fenomena alam tersebut menghadapi masalah teknis dan sosial.

Baca juga: Gempa di Palu Sudah Diprediksi Terjadi

"Orang sudah meneliti dan membuat peraturan yang cukup dalam tentang potensi likuefaksi. Yang jadi masalah ada dua hal. Pertama, secara teknis banyak rumah tradisional yang tidak memperhitungkan potensi itu," kata Budi Susilo Supanji, pakar bidang geoteknik dan manajemen konstruksi, dalam suatu diskusi, Senin (8/10/2018) di Jakarta.

Dia berujar, sebenarnya potensi likuefaksi tidak hanya di Palu, tetapi bisa terjadi di daerah lain. Misalnya yang pernah terjadi sebelumnya di Sumbawa, Padang, dan daerah tertentu di Pulau Jawa.

Masalah kedua yakni rekayasa sosial atau social engineering. Menurut dia, hal ini sangat dibutuhkan dalam mengantisipasi terjadinya gempa seperti di Palu dan daerah lain.

"Misalnya kalau sudah tahu di daerah itu rawan gempa, seharusnya dilakukan sosialisasi," ucap Budi.

Baca juga: Ketimbang Gedung Tinggi, Ruko di Jakarta Lebih Rawan Gempa

Sosialisasi tersebut untuk menginformasikan kepada masyarakat setempat mengenai kemungkinan terjadinya bencana alam.

Penyebaran informasi bisa dilakukan oleh para ilmuwan dan orang-orang yang berkecimpung di bidang teknik serta pakar di bidang sosial.

"Jadi tidak hanya para scientist, tapi kawan-kawan sosial," imbuhnya.

Peringatan itu bisa diterapkan kepada pengembang atau tenaga konstruksi.

Baca juga: Mereka yang Berjasa Memetakan Gempa Palu dan Donggala

Namun, yang terjadi di lapangan, peraturan itu sulit dilaksanakan karena masyarakat mengabaikannya.

"Rakyat tahu regulasinya, tapi berhenti di situ. Rekayasa teknik bisa dilakukan, tapi rekayasa sosial yang sulit," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau