KOMPAS.com - Pada Agustus 2015, ISIS menghancurkan Temple of Bel yang berusia 2.000 tahun di kota Palmyra, Suriah.
Hampir tiga tahun kemudian kota tersebut mengalami kehancuran terus-menerus. Bersamaan dengan penderitaan dan korban jiwa yang tak terhitung, Kuil Baalshamin, Menara Elahbel dan Palmyra Castle juga ikut lenyap.
Hal ini membuat Ben Kacyra bertemu dengan organisasi nirlaba CyArk. Selanjutnya, sebuah kemitraan antara Google Arts and Culture dan CyArk (kependekan dari cyber archive) yakni Open Heritage, pun lahir.
Kemitraan ini bertujuan untuk membawa pengarsipan 3D yang paling luas dan terperinci terhadap keajaiban arkeologi yang terancam keberadaannya.
Namun, bukan kebetulan yang membuat Kacyra memilih pengarsipan 3D canggih sebagai alat pilihannya.
Bertahun-tahun sebelumnya, ia telah membantu menciptakan pemindai LiDAR pertama, yang menggunakan laser ringan untuk membuat gambar mendetail dari adegan tertentu dengan kecepatan yang belum ada terjadi sebelumnya.
Kacyra melihat bahwa teknologi ini dapat digunakan untuk melestarikan pengetahuan tentang situs dan monumen yang menghadapi risiko kehancuran dari perilaku manusia serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir.
Open Heritage akan membuka akses ke situs-situs ini dalam dua cara. Pertama, melalui arsip online yang bertujuan untuk memberi akses visual ke total 26 situs kepada orang-orang di seluruh dunia, mulai dari Pompeii di Italia hingga istana Al-Azem Suriah.
Data juga akan terbuka, yang berarti bahwa para peneliti dan arkeolog dapat memanfaatkan karya CyArk dalam kegiatan mereka sendiri.
"Kami ingin memastikan ini dapat diakses oleh siapa saja, apakah mereka sedang menelepon, menunggu bus, atau di rumah menggunakan komputer berteknologi tinggi," kata Chance Coughenour, seorang arkeolog digital yang mengelola proyek tersebut dari Google.
"Beberapa batas yang menarik adalah dalam realitas virtual dan augmented reality dan kami bersemangat untuk melihat jenis pengalaman apa yang dapat dilakukan oleh orang-orang di sekitar warisan budaya," ujar Ketua dan CEO CyArk John Ristevski.
CyArk terutama menggunakan kombinasi fotogrametri dan pemindaian LiDAR untuk membangun gambar setiap situs.
Mengirimkan sinar laser, yakni prinsip dasar yang sama seperti radar dan sonar, LiDAR dengan cepat membangun gambar yang rinci dan bertekstur dari suatu lingkungan yang dikenal sebagai 'titik awan' dengan mengukur jumlah waktu yang diperlukan laser untuk kembali
Fotogrametri, di sisi lain, menggunakan foto untuk membuat gambar ruang secara 3 dimensi. Algoritme memperlihatkan gambar yang berbeda dari suatu lingkungan, baik dari kamera genggam atau dari drone, untuk membuat replika struktur.