JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah lebih dari satu dekade menggeluti segmen pengelolaan hotel dan vila kelas mewah, Premier Hospitality Asia mulai merambah bisnis baru, yakni marketing atau pemasaran hotel dan vila.
Pasar ini, menurut Presiden Komisaris Premier Hospitality Asia Gunawan Rahardjo demikian besar, terutama di kawasan-kawasan pariwisata dengan pasokan hotel dan vila melimpah seperti Bali.
Baca juga : Bisnis Hotel di Bali Masih Menjanjikan
"Pasar ini sangat potensial dan luar biasa besar. Sebab, tidak semua hotel yang beroperasi di tempat-tempat wisata, khususnya Bali, dikelola secara baik dan profesional," ujar Gunawan dalam perbincangan khusus dengan Kompas.com, di Jakarta, Senin (9/4/2018).
Pengelolaan yang baik dan profesional dimaksud Gunawan adalah mencapai target marketing sales, termasuk networking dalam basis data tamu, revenue yang berkesinambungan, transparansi keuangan, dan fee pengelolaan yang masuk akal (reasonable).
Di Bali, kendati bertebaran merek dari rantai operator internasional beken, tak selalu berbanding linear dengan tiga aspek di atas yang tentu saja sangat diharapkan oleh pemilik atau investor hotel.
Baca juga : Tekanan Berlanjut, Hotel Bintang 3 di Bali Makin Menyusut
"Penjualan kamar atau vila sangat rendah, dengan tingkat okupansi tak melebihi 50 persen serta fee pengelolaan yang terlalu tinggi (mahal)," tambah Gunawan.
Padahal, secara umum pasar pariwisata Bali masih yang terbaik di dunia. Ini dibuktikan dengan penghargaan Trip Advisor Traveler's Choice Awards 2017.
Dengan keunikan dan kekhasan budaya, alam, atraksi, dan secara komunal masyarakat pariwisatanya sudah terbentuk, membuat Bali tetap istimewa dan belum ada duanya.
Tingkat okupansi pun boleh dibilang sangat positif kendati belum pulih seratus persen seperti pada medio 2012-2015.
Menurut Gunawan okupansi secara umum hotel dan vila di Bali sekitar 70 persen. Permintaan ini berasal dari turis domestik yang secara tradisi terus meningkat dari tahun ke tahun, tamu Australia, China, dan juga India.
Sementara khusus di kawasan Petitenget, dan Seminyak bisa mencapai 80 persen. Angka serupa juga dicapai hotel dan vila-vila untuk kelas mewah.
"Sayangnya, tidak semua memenuhi itu," cetus Andy.
Hal ini tentu saja berdampak negatif terhadap meningkatnya bisnis perhotelan yang direpresentasikan ke dalam wujud kenaikan okupansi, revenue per available room (RevPAR), average daily rate (ADR), dan kepuasan tamu.