JAKARTA, KOMPAS.com – Revitalisasi trotoar dan jalan di sepanjang koridor Sudirman-MH Thamrin yang digagas Pemprov DKI Jakarta, akan menambahkan tempat interaksi baru bagi masyarakat yaitu spot budaya. Namun, sepertinya upaya Pemprov DKI untuk menghadirkan spot budaya perlu dikaji ulang.
Dari rendering video yang diterima Kompas.com, setidaknya ada empat spot budaya yang hendak dibangun pemerintah. Pertama, Spot Budaya 1 di depan Gedung Panin yang berseberangan dengan Patung Pemuda Membangun.
Spot Budaya 2 berada di bawah Jembatan Semanggi pada salah satu sisi jalan. Berikutnya, berada di depan Menara BNI 46 dan terakhir di depan Gedung Landmark.
“Kalau pas hari biasa apalagi jam-jam pulang kantor semua pada buru-buru mau pulang ke rumah, siapa yang mau lihat?” kata Nirwono kepada Kompas.com, Kamis (8/3/2018) lalu.
Ia menyarankan, agar kehadiran spot budaya hanya sebatas pelengkap, bukan pendukung utama trotoar. Sebab, fungsi utama dari trotoar adalah mengakomodasi para pejalan kaki.
Selain itu, kehadiran spot budaya juga dirasa hanya akan efektif pada saat akhir pekan saja.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus memastikan, kehadiran spot budaya akan mengurangi ruang gerak pejalan kaki. Terlebih, bila keberadaannya dibuat secara permanen.
“Kalau pun mau dibuat permanen, ya dibuat saja di garis sepadan bangunan. Jadi gedung-gedung itu yang harus mundur, karena itu diperbolehkan si pager itu dimundurkan,” kata Alfred.
Alfred khawatir, justru kehadiran spot budaya di sepanjang koridor Sudirman-MH Thamrin justru menimbulkan persoalan baru seperti kemacetan atau justru meningkatkan polusi udara di titik-titik spot budaya berada.
Di samping itu, hiruk pikuk pejalan kaki dikhawatirkan justru akan semakin terganggu dengan kehadiran art performing, terutama saat hari-hari kerja.
“Sebisa mungkin masyarakat tidak lebih dari 10 menit menyaksikan itu, karena masyarakat akan terpapar pencemaran udara kalau sangat lama,” kata dia.