CIKARANG, KompasProperti - Pemerintah beranggapan, salah faktor belum terpenuhinya Program Nasional Sejuta Rumah lantaran ketidaksanggupan pengembang di daerah dalam menyediakan rumah.
Namun, pengembang memandang sebaliknya, kebijakan pemerintahlah yang justru kontradiktif dengan keinginan untuk mengurangi angka kebutuhan rumah atau backlog.
Salah di antaranya yakni rencana penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) oleh Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) bagi rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Managing Director PT Sri Pertiwi Sejati (SPS) Asmat Amin menilai, realisasi kebijaan SLF tidak menjadi persoalan sepanjang dapat diterbitkan dalam waktu singkat.
"Misalnya, dia mau bikin penilaian sehari jadi. Itu tidak masalah. Tapi kalau bikin penilaiannya sampai sebulan, kebayang nggak cost of fund-nya berapa?" kata Asmat di Villa Kencana Cikarang, Jawa Barat, Senin (28/8/2017).
Menurut Asmat, bila proses penerbitan SLF memakan waktu berbulan-bulan, hal itu akan membebani pengembang. Pengembang perlu meminjam uang kembali kepada pihak perbankan dengan bunga yang tidak kecil.
Selain itu, dia menambahkan, SLF yang akan menjadi syarat dapat dilaksanakannya akad kredit, sebaiknya juga memuat persyaratan yang secara nyata dapat dipenuhi pengembang.
"Untuk standar sebaiknya jangan yang rancu," ujar Asmat.
Lebih jauh, dia menilai, penerapan SLF lebih cocok diperuntukkan bagi rumah susun sederhana milik (rusunami). Pasalnya, ada keterpaduan yang harus dimiliki sebuah rusunami.
"Rusunami ini karena urutannya bnayak kan, di gedung tinggi dan harus nyambung semuanya. Saya harap jangan menjadi dilema yang justru menghambat proses sejuta rumah ini," pungkas Asmat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.