Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tentang Perizinan, yang Penting Prosesnya Efisien dan Tidak Birokratis

Kompas.com - 06/07/2015, 14:36 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Usul Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menata kembali beberapa poin dalam kebijakan perizinan bangunan di bawah koordinasi Kementerian PUPR disambut positif berbagai kalangan.

Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, menyatakan sepakat dengan usul BKPM. Menurut dia, pelaksanaan investasi, termasuk masalah tata ruang, zoning, penggunaan, pemilikan lahan dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) harus memiliki kepastian hukum.

"Selama ini yang terjadi adalah bottle neck terbesar memang dalam rentetan aturan dan izin yang saling interlocking," ujar Bernardus kepada Kompas.com, Senin (6/7/2015).

Contoh paling anyar, kata Bernardus, adalah krisis di sektor PUPR yaitu pengusahaan air baik air minum maupun air baku pasca dibatalkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang pengairan, terutama mengenai pengusahaan air.

Contoh lain, analisis dampak lingungan lalu lintas (Andal Lalin) agar disatukan penyusunannya dengan Amdal sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan. Namun Kementerian Perhubungan selalu mengacu kepada UU-nya, walaupun penyusunannya bersamaan (satu paket) tapi tetap diminta dokumen tetap terpisah dan pembahasannya harus sendiri-sendiri.

"Dari sisi proses, harus cepat, tidak berbelit, tidak birokratis dengan cara memangkas birokrasi. Namun unsur keselamatan adalah harga mati. Oleh karena itu, di negara maju buka restoran kecil di dalam lingkungan mal saja izinnya seabgrek. Padahal lingkungan dan bangunan malnya sudah diuji," tandas Bernardus.

Perizinan seabrek itu mnyangkut tata ruang, zoning, penggunaan lahan, peruntukan, pemilikan lahan, izin mendirikan bangunan (IMB), pemilikan lahan dan lain sebagainya. Kendati seabrek, namun pelaksanaan dan pengurusan perizinan di negara-negara maju tersebut berlangsung sangat cepat, efisien, dan tidak tumpang tindih.

IMB tak perlu amdal

Hal senada dikatakan Ketua Asosiasi Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo. Usulan tersebut adalah langkah yang positif. Mengingat, Amdal sudah dilakukan saat kepengurusan izin lokasi.

"Sebaiknya memang harus dihindari pengurusan dokumen sampai dua kali atau lebih," ujar Eddy kepada Kompas.com, Ahad (5/7/2015).

Eddy menambahkan, jika memang sudah ada di dalam izin lokasi, maka seharusnya permintaan untuk Amdal tidak lagi ada pada pengurusan izin lebih lanjut. Pasalnya, birokrasi kepengurusan ini malah membuang waktu.

Untuk diketahui, mengurus Amdal perumahan saja perlu waktu satu sampai dengan tiga bulan. Selain akan memanjangkan birokrasi, mengurus Amdal berdampak biaya tinggi.

"Jangan juga dipaksakan permintaan Amdal untuk usaha atau industri yang limbahnya tidak berbahaya. Sementara untuk perumahan seharusnya tidak perlu Amdal," kata Eddy.

Menurut dia, Amdal tetap memegang peranan penting saat berhadapan dengan pelaku usaha atau industri yang menghasilkan limbah berbahaya di lingkungan sekitarnya.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengusulkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono untuk menyederhanakan Izin Mendirikan Bangunan (IBM).

IMB sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007. Franky menganggap, persyaratan Amdal sudah ada saat pengajuan izin lokasi. Dengan penghapusan Amdal, pelaku usaha diharapkan tidak mengurus dokumen yang sama dua kali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com