Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HTI Tak Berkembang, Picu Meluasnya Kerusakan Hutan

Kompas.com - 06/04/2015, 18:39 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kerusakan hutan di Indonesia tampaknya tak hanya dipicu  ketimpangan pemberian subsidi kepada industri berbasis hutan, melainkan juga lambatnya realisasi pertumbuhan hutan tanaman industri (HTI) yang direncanakan sebanyak 10 juta hektar.

Oleh karena itu, dalam rangka mereduksi laju deforestasi hutan di Indonesia akibat industri, pemerintah dituntut melakukan pengkajian kembali pemberian izin HTI pada areal konsesi industri. Pasalnya, terdapat beberapa faktor yang menghambat pertumbuhan HTI sehingga deforestasi hutan alam terus berlangsung.

Ketua Perhimpunan Forest Watch Indonesia (FWI), Togu Manurung, menyatakan deforestasi di Indonesia salah satunya disebabkan lambatnya pertumbuhanan HTI. Hal ini kemudian memicu terjadinya eksploitasi berlebihan terhadap hutan alam, seperti hutan produksi, hutan lindung, maupun hutan konservasi.

"Seharusnya ada investasi dari pemilik areal konsesi untuk mengelola hutan secara lestari dan berkelanjutan. Mereka juga harus dituntut oleh pemerintah untuk merambah kayu dengan jumlah maksimal per satuan waktu pertumbuhan pohon dalam areal konsesi. Jadi kalau tidak ada pertumbuhan di areal konsesi, mereka tidak bisa mendapatkan kayu," ujar Togu ketika dihubungi Kompas.com di Jakarta, Senin (6/4/2015).

Togu mengungkapkan, realisasi HTI oleh pemilik lahan konsesi masih belum dilakukan secara serius. Berdasarkan catatan FWI tahun 2015, izin untuk industri HTI yang diberikan sebanyak 10 juta hektar baru direalisasikan sebanyak 2,5 juta hektar.

"Izin ini kan sudah diberikan kepada 274 industri sebanyak 10 juta hektar. Tapi realisasi penanamannya baru sebanyak 2,5 juta hektar. Sedangkan industri butuh kayu lebih banyak untuk dikelola makanya mensuplai dari hutan alam.  Hal-hal seperti ini harus diaudit lagi oleh pemerintah, jangan sampai dibiarkan," papar Togu.

Selain itu, iklim persaingan bisnis industri berbasis kayu dianggap tidak sehat oleh Togu. Ditengarai, masih terdapatnya duopsoni oleh dua perusahaan besar penghasil kertas di Indonesia.

"Karena adanya larangan ekspor kayu bulat domestik, perusahaan kayu hanya melakukan penjualannya ke dua perusahaan besar penghasil kertas di Indonesia. Alhasil harga kayu dalam negeri menjadi terlalu murah. Iklimnya tidak sehat. Pemerintah harus bisa membuka keran ekspor untuk mendongkrak harga kayu," tandas Togu.

Sebelumnya diberitakan, Indonesia mengalami kerusakan hutan 1,2 juta hektar selama dua dekade 1990-2010. Ini dipicu oleh tindakan pemerintah yang lebih banyak menghabiskan subsidinya untuk industri. Hal yang sama terjadi juga di Brasil, kerusakannya bahkan telah mencapai 2,7 hektar.

Tingkat kerusakan hutan di Indonesia melonjak drastis dalam satu dekade terakhir. Bahkan kerusakan hutan di Indonesia telah melampaui yang terjadi di Brasil di mana deforestasi di negara tersebut telah menurun sejak 2004.

Sejak tahun 2008 hingga 2012, 61 persen pembukaan hutan menyumbangkan emisi gas rumah kaca Indonesia. Sedangkan Brasil hanya menyumbang 28 persen.

Menurut Overseas Development Institute (ODI), masalah tersebut berasal dari kurangnya koordinasi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melestarikan sumber daya alam dengan kementerian lainnya dengan motivasi melindungi ekspor komoditas dan mengurangi kemiskinan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com