Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Layang Non-tol Hasil Pemikiran ala Kadarnya

Kompas.com - 26/02/2015, 16:48 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dinas Perhubungan DKI Jakarta, melalui Kepala Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Massdes Arouffy, boleh saja mengklaim keberadaan jalan layang non-tol (JLNT) efektif mengurai kemacetan Jakarta, baik kepadatan di sekitar JLNT Tanah Abang–Kampung Melayu maupun Blok M–Antasari.

Namun, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Bernardus Djonoputro justru berpendapat sebaliknya. Menurut dia, JLNT merupakan hasil pemikiran ala kadarnya, bukan solusi signifikan yang dapat menyelesaikan masalah kemacetan secara fundamental.

"Pemerintah kota dan pejabatnya harus mengurangi cara berpikir ala kadarnya. Semua pembangunan dan perencanaan infrastruktur kota harus terukur jelas dalam hal kinerja. Saya menyayangkan Kabid Perhubungan yang menyimpulkan bahwa JLNT sudah 'lumayan' mengurai beban kemacetan," tutur Bernardus kepada Kompas.com, Kamis (26/2/2015).

Jakarta, tambah dia, memerlukan solusi signifikan, bukan sekadar "solusi lumayan". Solusi komprehensif adalah prinsip. Mereka harus berpikir untuk mencapai hasil terbaik, bukan asal-asalan.

"JLNT Kampung Melayu-Tanah Abang ataupun Blok M-Antasari sangat medioker dalam hal desain dan perencanaannya. Tengok saja convergence atau bersatunya off-ramp dengan jalan sekunder, malahan jadi bottle neck kemacetan. Itu hampir terjadi setiap saat, kecuali tengah malam," tandas Bernardus.

Desain sekadarnya itu, kata Bernardus, terlihat dari off ramp  JLNT Blok M-Antasari yang dibuat langsung ke perempatan, atau jalur mengecil. Kemudian, bentuk JLNT ini cuma lurus melayang dan lurus untuk turun. Padahal, bentuknya seharusnya diteruskan dengan overpass belok atau menyambung dengan jalur jalan primer di koridor TB Simatupang.

"Jadi, terlihat sekali bahwa perencanaannya setengah hati," sebut Bernardus.

"Berhasil"

Bernardus juga menyoroti klaim Dinas Perhubungan DKI Jakarta bahwa penilaian keberhasilan harus dihitung secara agregat kota, bukan satu bagian atau ruas jalan saja, melainkan bagaimana investasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut sudah meningkatkan "travel time" atau waktu tempuh warganya.

Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah keamanan, kenyamanan, konektivitas, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, dia menyarankan agar peningkatan rasio jalan untuk kendaraan pribadi jangan dijadikan sebagai prioritas Jakarta saat ini. Di atas lajur primer sebaiknya dibangun angkutan massal berbasis rel, baik light rail maupun kereta api.

"Moda transportasi demikian berpotensi memindahkan orang dari jalan ke angkutan umum. Di jalan, yang harus dilakukan adalah pengelolaan on street parking, peningkatan biaya parkir, yang hasilnya digunakan untuk membangun gedung-gedung parkir besar dan park and ride," pungkas Bernardus.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta Massdes Arouffy membantah anggapan bahwa kehadiran JLNT tak mampu mengurai kemacetan Jakarta.

Menurut dia, kepadatan arus kendaraan yang selama ini terjadi telah efektif terurai berkat JLNT, baik JLNT Tanah Abang–Kampung Melayu maupun Blok M–Antasari.

"Secara umum, semenjak JLNT kita berlakukan, hal ini lumayan efektif mengurai kepadatan yang sebelumnya mengular panjang. Di area Blok M–Antasari misalnya, dulu, kemacetan bahkan mencapai TB Simatupang. Sekarang lebih sedikit,” ujar Massdes saat ditemui Kompas.com di Kantor Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Rabu (25/2/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com