Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Analis: Baja Nasional Berpeluang di Tengah Krisis!

Kompas.com - 28/08/2014, 17:22 WIB
Latief

Penulis

Sumber Antara
JAKARTA, KOMPAS.com — Industri baja nasional masih memiliki peluang di tengah krisis di sektor ini akibat kinerja negatif pada sejumlah perusahaan baja dunia. Kinerja negatif perusahaan baja dunia masih berlanjut pada kuartal I-2014.

"Akibatnya bisa mengancam industri baja nasional sehingga kita harus mampu menangkap peluang ini," kata analis pasar modal dan pengamat ekonomi, Yanuar Rizki, di Jakarta, Rabu (27/8/2014).

Pada semester I ini perusahaan baja dunia masih merugi, antara lain Kinsteel Malaysia (minus 29,8 juta dollar AS), Dongkuk Steel Korea (minus 56,4 juta dollar AS), Dongbu Steel Korea (minus 61,9 juta dollar AS), Izmir Demir Celik Turki (minus 2,7 juta dollar AS), Xinyu China (minus 3,6 juta dollar AS), Raukaruuki Finlandia (minus 25,4 juta dollar AS), Salzgitter AG Jerman (minus 18,9 juta dollar AS), AK Steel Amerika (minus 86,1 juta dollar AS), serta ArcelorMittal (minus 205 juta dollar AS).

"Kerugian industri besi dan baja dunia dipengaruhi akibat masih berlanjutnya konsolidasi finansial sebagai akibat krisis keuangan global tahun lalu," kata Yanuar.

Selain itu, menurut Yanuar, sektor konstruksi sebagai pasar terbesar industri baja juga ikut mengalami perlambatan pada tahun ini. Akibatnya, industri baja sulit untuk kembali pulih. Seharusnya, lanjut dia, meskipun industri baja dunia tengah mengalami kesulitan, industri baja nasional tetap optimistis mengingat gap infrastruktur di Indonesia masih sangat besar.

"Kalau melihat kebutuhan infrastruktur di Indonesia yang masih besar seharusnya dapat menjadi peluang bagi produsen baja untuk menggarap pasar di dalam negeri," katanya.

Yanuar menilai, perlu adanya keterlibatan pemerintah untuk mereformasi pembangunan infrastruktur agar bisa bergerak cepat sehingga dapat ikut memulihkan pasar baja dalam negeri.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Industry Steel and Iron Association (IISIA) Hidayat Trisepoetro mengatakan, selain peluang di sektor infrastruktur, pemerintah diharapkan juga memperketat pengawasan beredarnya produk besi dan baja tidak legal.

"Kita harus tetap optimistis menyikapi perkembangan iklim industri baja dunia, semoga siklus pasar segera mengarah positif lagi," kata Hidayat.

Hidayat mengatakan, di tengah-tengah kinerja baja dunia yang belum membaik, produsen baja di dalam negeri harus fokus untuk mengembangkan pasar di dalam negeri.

"Saya yakin pemerintah baru mendatang akan memperhatikan serta mempercepat pembangunan infrastruktur sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Hidayat.

Hidayat mengatakan, untuk menggarap pasar nasional harus juga dibarengi dengan langkah-langkah penertiban terhadap impor baja. Beberapa upaya itu di antaranya melalui penegakan hukum untuk melarang besi dan baja impor yang tidak sesuai SNI, memberantas praktik-praktik tidak "fair" impor baja, serta memperketat pengawasan perdagangan baja impor.

"IISIA juga mendorong produsen baja untuk berinvestasi di industri menengah dan hilir untuk mengisi kekurangan pasokan baja yang selama ini masih impor karena domestik belum mampu memenuhinya," kata Hidayat.

Dia juga berharap pemerintah mendatang dapat lebih tegas lagi untuk memperbesar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk proyek-proyek yang dibiayai dari APBN/ APBD. Menurut Hidayat, IISIA sudah mendesain rencana ke depan untuk mendukung pembangunan di Indonesia bekerja sama dengan pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com