Pendapat tersebut diperkuat Ketua DPP REI, Eddy Hussy. Ia berharap pemerintah meninjau ulang kebijakan LTV dan KPR inden. Eddy mengatakan, ada 170 produk industri terkait properti. Di sisi lain, dari jumlah total anggota REI yang saat ini mencapai 2.500 pengembang, sebanyak 75 persennya adalah pengembang rumah sejahtera tapak atau hunian bersubsidi untuk mendukung program pemerintah.
"Maka, sudah seharusnya industri perumahan didukung pemerintah, karena produk dan konsumennya juga didominasi oleh kalangan domestik," ujar Eddy.
Menanggapi hal itu, Direktur Ciputra Development, Tulus Santoso, mengakui bahwa pengembang saat ini terpengaruh efek LTV dan KPR inden. Saat ini, angka backlog sebesar 14 juta tidak akan berkurang tanpa peran seluruh pemangku kebijakan.
"Banyak yang butuh rumah, tapi tidak ada daya beli. LTV akan menambah panjang backlog. BI mesti pertimbangkan LTV rumah pertama. Kalau untuk rumah kedua dan seterusnya kami setuju," ujar Tulus.
"Kami harus bayar pajak dari deposito, kemudian PPN 10 sepuluh persen dan Pph 5 persen, padahal kami hanya terima bunga 7 persen. Ini jelas membuat harga rumah naik dan daya beli konsumen turun dan pada akhirnya menambah angka backlog," tambahnya.