Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisioner Komnas HAM Bantah Klaim Pemerintah soal Trans-Papua

Kompas.com - 13/02/2017, 13:00 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

Jakarta, KompasProperti — Komisioner Komnas HAM RI Natalius Pigai membantah pembangunan semua infrastruktur konektivitas yang dilakukan pemerintah di Papua.

Sebelumnya diberitakan KompasProperti bahwa Jalan Trans-Papua yang dirancang sepanjang 4.330,07 kilometer, hingga akhir 2016, sudah tembus 3.851,93 kilometer.

Baca: Jalan Trans-Papua, Menembus Gunung dan Membelah Bukit

Pigai mempertanyakan hal tersebut lantaran selama ini tidak pernah mendapat informasi tentang rancang bangun infrastruktur jalan dan jembatan di Papua selama 2015-2019.

Dirinya juga meminta pemerintah agar menunjukkan rincian panjang jalan prioritas dan strategis untuk konektivitas kota/kabupaten, provinsi, dan juga jalan nasional kepadanya.

"Jika ada, kami persilakan antar ke Komnas HAM RI, kami menunggu dalam minggu ini untuk menujukkan validitas dan keakuratan data dan anggarannya," kata dia dalam keterangan tertulis kepada KompasProperti, Senin (13/2/2017).

Lebih lanjut, Pigai menyatakan, berdasarkan pengamatannya, tidak ada ruas jalan baru yang dibangun kecuali hanya satu, yaitu Jalan Wamena-Nduga. Itu pun hasil konstruksi para tentara.

Bahkan, aku Pigai, hampir semua Jalan Trans-Papua rusak selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu jalan tersebut menghubungkan Merauke dengan Boven Digul.

Menurut dia, sebelum Jokowi memimpin, jalan tersebut bisa ditempuh dalam sehari perjalanan darat, sedangkan sekarang bisa berhari-hari dan bahkan hampir seminggu untuk ditempuh.

"Dalam catatan kami, pemerintah hanya baru membangun 231,27 kilometer, itu pun hanya terlihat di Wamena-Nduga," tambah Pigai.

Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Jalan Trans Papua
Selain itu, Pigai juga mengklaim beberapa isu negatif yang ditanyakan rakyat Papua terkait pembangunan dengan anggaran mencapai triliunan rupiah tersebut.

Isu pertama terkait dengan tidak adanya rancangan besar tentang rencana pembangunan ruas-ruas jalan baru di Papua selama lima tahun pada 2015-2019.

Kedua, kontraktor utama yang bekerja di ruas jalan ini belum pernah merupakan putra asli Papua. Semuanya pendatang, dan mereka mengelola uang lalu keluar dari Papua.

"Kami orang Papua bahkan menjadi sub-kontraktor saja susah. Bukankah kami juga warga negara yang bisa bekerja dengan nilai proyek besar?" tanya Pigai.

Ketiga, keengganan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membayar pengusaha pertama di Timika, yakni Markus Omaleng, yang membuka 10 kilometer Jalan Trans-Papua untuk Timika-Enarotali sehingga membuat pengusaha tersebut bangkrut.

Pigai bahkan menyatakan telah mengirimkan surat sebanyak tiga kali terkait hal tersebut kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, tetapi sampai saat ini tidak pernah ditanggapi.

Pigai juga mempertanyakan mengapa kepala balai pembangunan jalan dan jembatan di Papua juga tak pernah dipimpin oleh orang Papua asli dan selalu dipimpin oleh orang non-Papua.

Terakhir, Pigai mempertanyakan mengapa proyek pembangunan infrastruktur di Papua selalu bermasalah hukum dengan perilaku korupsi yang banyak dilakukan oleh pejabat-pejabat di pusat ataupun daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau