KOMPAS.com — Dunia mengenalnya sebagai peraih Nobel ekonomi. Anugerah tersebut diterimanya pada Senin (14/10/2013), bersama Eugene Fama dan Lars Peter Hansen dari University of Chicago. Selain ekonom tangguh, profesor Yale University, Amerika Serikat, ini ternyata juga merupakan analis sektor properti.Dia adalah Robert James Shiller. Namanya sangat identik dengan sigi pasar perumahan Amerika Serikat. Salah satu pendiri
the S&P Case-Shiller Home Price Index
The S&P Case Shiller Home Price Index ini setia memublikasikan indeks bulanan yang telah bertumbuh menjadi salah satu barometer penting dan berpengaruh terhadap kinerja pasar perumahan Amerika Serikat.
Shiller-lah orang pertama yang meramalkan keruntuhan pasar properti AS sebelum tahun 2008. Ia juga yang memperkirakan terjadinya gelembung dot com dalam dunia digital.Namun, di antara semua pencapaiannya itu, komite Nobel justru menghargai pria kelahiran Detroit, Michigan, pada 29 Maret 1946, untuk karyanya dalam menganalisis fluktuasi aset dan deviden.
"Ia menemukan bahwa harga saham berfluktuasi lebih dari deviden perusahaan, dan rasio harga terhadap deviden cenderung turun ketika itu tinggi, dan meningkat saat rendah. Pola ini berlaku tidak hanya untuk saham, tetapi juga untuk obligasi dan aset lainnya," sebut komite tadi.Sebelum mendapatkan apresiasi bergengsi ini, Robert Shiller pernah menyabet penghargaan dari Deutsche Bank pada 2009. Karyanya juga tak lepas dari analisis tajamnya terhadap sektor properti. Karya tersebut dianggap sebagai penelitian pionir di bidang ekonomi keuangan, yang berkaitan dengan dinamika harga aset, seperti pendapatan tetap, saham, dan properti, serta matriks keseluruhan.
Analisisnya memengaruhi pengembangan teori serta implikasinya terhadap praktik dan pembuatan kebijakan. Kontribusi pada pembagian risiko, volatilitas pasar keuangan, gelembung dan krisis, telah mendapat perhatian luas di kalangan akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan.
Karena perannya ini, tak mengherankan bila Shiller ditempatkan dalam jajaran top pemikir dunia oleh majalah Foreign Policy pada 2010 lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.