Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanah Girik vs Tanah Sertifikat

Kompas.com - 11/07/2013, 15:49 WIB
Oleh Dadang Iskandar

KOMPAS.com - Suatu kepemilikan hak atas tanah wajib dibuktikan dengan sertifikat, demikiam Undang-undang No 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) menentukan. Misalnya, jika seseorang mengklaim sebagai pemilik sebuah lahan, maka ia harus membuktikannya dengan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Jenis-jenis hak atas tanah cukup bervariasi, seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai. Masing-masing hak atas tanah tersebut memiliki jenis sertifikatnya masing-masing.

Sertifikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat dalam membuktikan kepemilikan hak atas tanah. Sertifikat menjamin secara hukum bahwa orang yang tercantum dalam sertifikat hak atas tanah merupakan pemilik haknya. Dengan adanya kepastian hukum tersebut, maka pemegang sertifikat mendapatkan perlindungan hukum dari gangguan pihak lain.

Namun, tidak semua lahan di Indonesia telah bersertifikat. Di beberapa daerah, bahkan di kota besar seperti Jakarta, masih ada masyarakat menguasai tanah tanpa sertifikat sebagaimana dimaksud dalam UUPA. Tanah-tanah tersebut umumnya masih dikuasai dengan hak-hak lama.

Tanah yang dikuasai dengan hak lama ini dapat berasal dari tanah hak adat, seperti girik, petok D atau ketitir. Selain berasal dari tanah hak adat, tanah hak-hak lama bisa juga berasal dari tanah hak milik barat, seperti eigendom, erfpacht dan opstaal.

Sejak lahirnya UUPA tahun 1960, undang-undang tersebut telah memerintahkan kepada masyarakat agar melakukan konversi tanah-tanah hak lama menjadi hak atas tanah yang bersertifikat. Namun, karena belum penuhnya kesadaran masyarakat dan berbagai kendala lainnya, maka tanah-tanah non-sertifikat tersebut masih banyak yang belum dikonversi.

Secara hukum, tanah non-sertifikat, misalnya tanah girik atau tanah berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kelurahan dan Kecamatan, sebenarnya bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik hanya merupakan bukti bahwa pemegang girik tersebut diberikan kuasa untuk menguasai tanah dan sebagai pembayar pajak atas tanah yang dikuasainya. Karena menurut UUPA, kepemilikan tanah harus dikuasai oleh suatu hak atas tanah berdasarkan sertifikat, maka dengan demikian surat girik tidak dapat dipersamakan dengan sertifikat hak atas tanah. Kedudukan sertifikat hak atas tanah lebih tinggi dibandingkan surat girik atau SKT.

Namun, jika Anda hanya memiliki tanah dengan surat girik atau SKT saja, jangan khawatir. Hal ini bukan berarti Anda tidak dapat memiliki hak atas tanah tersebut.

Sebagai pemegang surat girik atau SKT, Anda hanya menguasai tanah namun belum memilikinya. Untuk menjadi pemilik secara penuh, Anda perlu meningkatkan statusnya menjadi sertifikat hak milik (SHM) ke kantor pertanahan setempat. Surat girik dan SKT atas nama Anda merupakan dasar untuk mengajukan peningkatan status hak tersebut.

Nah, segeralah datangi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) setempat dan tingkatkan status tanah Anda!

(Penulis adalah praktisi hukum dan aktif menulis di www.legalakses.com)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

119,7 Juta Bidang Tanah Telah Terdaftar melalui PTSL

119,7 Juta Bidang Tanah Telah Terdaftar melalui PTSL

Berita
Jalan Tol Tanjung Pura-Pangkalan Brandan Akan Difungsikan saat Nataru

Jalan Tol Tanjung Pura-Pangkalan Brandan Akan Difungsikan saat Nataru

Berita
Persiapan PP Jelang Nataru, Mulai Jalan Tol hingga Mal

Persiapan PP Jelang Nataru, Mulai Jalan Tol hingga Mal

Berita
'Face Recognition' Digunakan 5,8 Juta Kali, Terbanyak di Stasiun Gambir

"Face Recognition" Digunakan 5,8 Juta Kali, Terbanyak di Stasiun Gambir

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Belitung Timur: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Belitung Timur: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Dibanderol Rp 1,5 Miliar, Rumah di Sawangan Ini Tak Butuh Renovasi Lagi

Dibanderol Rp 1,5 Miliar, Rumah di Sawangan Ini Tak Butuh Renovasi Lagi

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Belitung: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Belitung: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Clement Francis Terpilih Jadi Ketua Umum AREBI 2024-2027

Clement Francis Terpilih Jadi Ketua Umum AREBI 2024-2027

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangka Tengah: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangka Tengah: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangka Selatan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bangka Selatan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
REI Nilai Gebrakan Ara Bertolak Belakang dengan Satgas Perumahan

REI Nilai Gebrakan Ara Bertolak Belakang dengan Satgas Perumahan

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bintan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Bintan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
[POPULER PROPERTI] Ara Bagi-bagi Rp 100 Juta Buat Penghuni Huntap Cianjur

[POPULER PROPERTI] Ara Bagi-bagi Rp 100 Juta Buat Penghuni Huntap Cianjur

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Karimun: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Karimun: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Ingin Perpanjang Masa Pakai Kipas Angin di Rumah? Lakukan 5 Hal Ini

Ingin Perpanjang Masa Pakai Kipas Angin di Rumah? Lakukan 5 Hal Ini

Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau