Sementara untuk rangka atap kayu, perlu dibungkus saat pengiriman dan penyimpanan di lokasi. Karena kayu akan melengkung bila terkena paparan unsur-unsur tersebut dalam jumlah yang cukup, baik secara tidak sengaja maupun tidak sengaja.
Namun di lingkungan pesisir, penggunaan rangka atap baja ringan sangat berisiko. Karena baja adalah bahan yang sangat korosif atau berkarat.
Kombinasi air, angin, dan pasir dapat berdampak negatif pada rangka atap baja ringan. Meskipun kerusakan dapat dipertahankan, dampak negatifnya dapat ditangani dengan bersikap proaktif dan melakukan inspeksi bangunan secara rutin.
Baja dapat didaur ulang 100 persen. Sementara untuk kayu, terkadang memerlukan tambahan bahan kimia saat mendaur ulang.
Pembuatan dan pemrosesan komponen baja ringan menghasilkan sedikit sekali sisa. Sedangkan rangka atap kayu menyisakan banyak limbah.
Baca juga: Peluang Pemanfaatan Material Kayu dan Bambu Terbuka Lebar di Indonesia
Di sisi lain, rangka atap kayu memiliki jejak karbon yang lebih rendah dibandingkan rangka atap baja ringan, karena produksi baja memerlukan lebih banyak energi dan mengeluarkan lebih banyak gas rumah kaca.
Akan tetapi, rumah dengan rangka atap baja ringan juga hemat energi. Dibandingkan rumah rangka atap kayu, rumah dengan rangka atap baja ringan dianggap lebih hemat energi dalam hal pengaturan termal. Suhunya lebih sejuk di musim panas dan lebih hangat di musim dingin.
Di satu sisi, baja memancarkan panas yang diserap. Rangka atap baja ringan pun tidak terdapat tingkat insulasi bawaan yang sama dengan rangka kayu, ini menjadi salah satu kekurangan baja ringan.
Sehingga rangka atap baja ringan juga perlu ditambahkan penghalang dan insulasi radiasi yang memadai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.