JAKARTA, KOMPAS.com - Jepang dikenal sebagai negara yang tanggap akan bencana, termasuk banjir. Salah satu wilayah yang memiliki penanganan khusus untuk bencana ini adalah Tokyo.
Wilayah tersebut memiliki saluran khusus untuk menampung air banjir bernama The Metropolitan Area Outer Underground Discharge Channel di Saitama.
Saluran pembuangan bawah tanah ini menampung air yang meluap dari sungai-sungai berukuran kecil hingga menengah seperti Naka, Kuramatsu, dan Ootoshifurutone.
Saluran tersebut terdiri dari beberapa tangki besar yang dihubungkan oleh terowongan yang mengalirkan air ke Sungai Edogawa dan menyiramkan air ke Teluk Tokyo.
Terowongan tersebut dirancang dengan panjang 6,3 kilometer dan membentang sepanjang 50 meter di bawah tanah.
Baca juga: Jakarta, Lihatlah Cara Jepang Mengatasi Banjir
Di sela-sela terowongan, terdapat pilar penopang setinggi 18,18 meter. Pilar-pilar tersebut membuat ruangan terlihat seperti kuil besar.
Bahkan, pengelola fasilitas menyediakan tur kepada warga yang ingin masuk dan menyaksikan bagian dalam terowongan.
Selain itu, Jepang juga memanfaatkan ruang publik yang ada, seperti lapangan, taman, dan sekolah sebagai fasilitas penampung air hujan.
Cara penanganan ini disebut dapat diterapkan di Jakarta. Menurut Manager Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung secara teknis cara tersebut dapat diterapkan. Tetapi tentu saja, hal ini berpotensi terhalang masalah biaya.
"Secara teknis bisa, tapi pasti mahal banget biayanya," kata Dwi kepada Kompas.com, Jumat (3/1/2020).
Selain itu, sandungan lain adalah pembangunan yang tidak terkendali. Para pengembang yang melakukan pembangunan di daerah penampungan air dianggap dapat menghambat upaya tersebut.
Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menuturkan, masalah pemenuhan ruang juga dianggap sebagai faktor yang menyulitkan.
Menurutnya hal ini terjadi karena kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di Jakarta atau Pulau Jawa pada umumnya sudah terdegradasi, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Padahal di Jepang sendiri, teknologi yang diterapkan memanfaatkan ruang terbuka yang tersedia.