JAKARTA, KOMPAS.com — Media sosial diramaikan adanya video seorang wanita yang menangis di tengah kebun kelapa sawit saat petugas mengeksekusi lahan miliknya.
Dalam video berdurasi 2 menit 22 detik tersebut, terlihat seorang ibu menangis dan meminta pertolongan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dia mengatakan, harga tanahnya hanya dihargai Rp 18.000 per meter persegi.
Baca juga: Digitalisasi Seluruh Layanan Pertanahan Rampung 2025
Atas beredarnya video tersebut, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Yulia Jaya Nirmawati memberikan penjelasan melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (5/12/2019).
Yulia menuturkan, video viral tersebut terjadi di Kampung Kandis, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Peristiwa itu terjadi saat pembebasan tanah untuk Tol Pekanbaru-Dumai.
"Pengadaan tanah jalan tol menggunakan mekanisme Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan peraturan pelaksanaannya," tutur Yulia.
Dia menjelaskan, sebelumnya telah diadakan tahapan pengumuman berupa daftar nominatif dan Peta Bidang Tanah (PBT) pada 20 September 2016 selama 14 hari kerja.
"Pada masa pengumuman tersebut, tidak ada keberatan dari masyarakat," kata Yulia.
Kemudian, tahapan ini dilanjutkan dengan musyawarah. Dalam tahap ini, empat pemilik bidang tanah menolak harga ganti rugi yang ditawarkan.
Mereka kemudian mengajukan gugatan keberatan atas harga yang ditetapkan ke Pengadilan Negeri Siak.
Pengadilan kemudian memutuskan ganti rugi lahan yang semula Rp 18.000 per meter persegi naik menjadi Rp 150.000 per meter persegi.
Yulia menambahkan, atas putusan tersebut, pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) selaku tergugat melakukan upaya hukum (kasasi) ke Mahkamah Agung (MA).
MA lalu memutuskan, harga bidang tanah tersebut kembali pada hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yakni sebesar Rp 18.000 per meter persegi.
"Berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang telah incracht tersebut, maka P2T menerbitkan pemutusan hubungan hukum dan telah disampaikan kepada yang bersangkutan," kata Yulia.
Namun, pihak yang bersangkutan menolak nilai ganti atas kerugian tersebut. Yulia menambahkan, mereka tidak mau meninggalkan tanah itu.
PPK lalu mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Siak yang dilaksanakan pada 28 November 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.