JAKARTA, KOMPAS.com - Rumah di atas mall atau pusat belanja kembali menjadi tren saat AKR Land merilis Sky Home, di Jakarta Barat, pada Sabtu (5/10/2019).
Hunian yang berada di lantai 11 sebuah bangunan di Gallery West, ini dibanderol dengan harga tinggi yakni mulai dari Rp 8 miliar hingga Rp 10 miliar.
Sebelumnya, tren "rumah di atas awan" ini dimulai oleh Agung Sedayu Group, dan Agung Podomoro Group melalui pengembangan properti sejenis di Thamrin City, dan Kelapa Gading Square.
Baca juga: Sky Home, Rumah di Atas Awan Dijual Rp 8 Miliaran
Kedua perumahan ini sempat viral, dan menjadi perbincangan publik saat warganet asal Malaysia, Shahrir Bahar, mengunggah foto perumahan tersebut di akun twitternya:
Good morning Jakarta. Macam mana lah diorang terfikir nak develop taman perumahan atas bangunan? pic.twitter.com/TNQrnEQ8eA
— shahrirbahar (@shahrirbahar1) June 24, 2019
Menjadi menarik, saat Kompas.com menelusuri sejumlah portal jual beli properti. Rumah di atas mal Thamrin City ditawarkan dengan harga bersahabat, mulai dari Rp 1,5 miliar.
Padahal, lokasinya di pusat Jakarta, dan dekat dengan alamat nomor satu di seantero ibu kota, yakni Jalan Thamrin, dan Bundaran HI.
Untuk diketahui, harga pasar tanah di kawasan ini pada 2018 saja sudah menembus kisaran angka Rp 100 juta hingga Rp 200 juta per meter persegi.
Tentu, banderol harga miring dari rumah di Thamrin City itu membuat banyak orang tergoda.
Namun, sebelum Anda terkesima, dan memutuskan untuk membeli rumah di atas awan, ada baiknya mengetahui hal-hal terkait aspek legalitas.
Menurut pengamat hukum properti Eddy Leks, status kepemilikan rumah di atas mal, adalah hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS). Status kepemilikan ini yang paling normal, meski bisa juga dianggap unit bangunan biasa.
Jika rumah di atas mal atau apartemen tersebut adalah HMSRS, maka statusnya secara hukum sama dengan unit apartemen sesuai UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
"Setelah mengetahui aspek legalitas, calon pembeli bisa langsung menuju tahap berikutnya, yakni persiapan pembelian," kata Eddy kepada Kompas.com, Senin (7/10/2019).
Sama seperti rumah dan apartemen pada umumnya, hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh pembeli juga tak jauh beda.
Namun begitu, calon pembeli tetap harus kritis dan perlu menanyakan status hukum properti tersebut, apakah dianggap sebagai HMSRS atau bukan.
Pertanyaan berikutnya yang harus ditanyakan calon pembeli adalah bagaimana dengan pertelaannya, apakah properti tersebut jelas ditela sebagai bagian yang dapat dimiliki secara terpisah atau tidak, dan bagaimana dengan izin mendirikan bangunannya (IMB).
IMB ini, kata Eddy, menegaskan bahwa unit-unit rumah tersebut memang diizinkan untuk dibangun di atas mal atau apartemen.
Mengetahui semua hal tersebut di atas sangat penting bagi calon pembeli sebagai langkah antisipatif jika terjadi sesuatu.
Misalnya, pemilik unit sedang membutuhkan uang. Dia bisa mengagunkan sertifikat HMSRS-nya kepada bank.
"Bagi bank, sepanjang unit rumah tersebut dianggap HMSRS, kekuatan hukumnya sama saja dengan unit apartemen lain pada umumnya," imbuh Eddy.
Jika unit rumah tersebut dianggap HMSRS, maka akan terbit sertipikat HMSRS. Bank bisa memasang hak tanggungan di atas HMSRS tersebut sebagai agunan pelunasan kredit pemilikan apartemen atau rumah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.