Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Danisworo, Maestro yang Enggan Jadi Juri Sayembara Ibu Kota

Kompas.com - 06/10/2019, 13:18 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sayembara desain ibu kota negara (IKN) baru telah resmi dimulai, Rabu (2/10/2019). Sejumlah 13 pakar dengan latar belakang berbeda, terlibat sebagai dewan juri. 

Namun, ada cerita menarik di balik pemilihan juri-juri tersebut. Pasalnya, tidak semua pakar bersedia saat diminta untuk terlibat sebagai juri.

Salah satunya, sebut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, yakni sang maestro arsitek dan perancang kota Institut Teknologi Bandung, Prof Mohammad Danisworo.

Baca juga: Catat, Hadiah Sayembara Desain Ibu Kota Rp 5 Miliar

"Yang namanya juri itu enggak main-main. Banyak calon juri itu yang tidak bersedia," kata dia di kantornya, Jumat (4/10/2019). 

Keengganan Danisworo menjadi juri, kata Basuki, lantaran ia dan timnya justru ingin ikut berpartisipasi pada megaproyek yang kelak ditargetkan dapat dihuni sekitar 1,5 juta penduduk ini. 

"Pak Danisworo, dia dan timnya mau ikut. Makanya, kalau dia jadi juri timnya enggak bisa ikut," imbuh Basuki.

Salah satu persyaratan untuk menjadi juri yakni tidak boleh menjadi peserta. Sebab, dikhawatirkan justru akan muncul konflik kepentingan pada saat proses penilaian karya. 

"Kalau ada hubungan, drop dia," sebut Basuki.

Mohammad Danisworo dikenal dengan karya dan dedikasinya yang mewarnai perkembangan Jakarta, dan kota-kota lain Nusantara.

Kritik Jakarta

Tahun 2019 ini merupakan tahun ke-53 Danisworo memperkaya khazanah arsitektur Tanah Air. Dalam usianya yang tak lagi muda, Danisworo masih memikirkan ranah yang membesarkan namanya ini.

Dalam arsip wawancara dengan Kompas.com, lelaki kelahiran Semarang, 2 April 1938 ini mengkritik keras tentang Jakarta, kota berbaurnya keragaman budaya, suku, agama, etnis, dan juga kepentingan.

Rasuna Epicentrumbakrieland.com Rasuna Epicentrum
Menurut Danisworo, Jakarta aktual belumlah bisa dikatakan berfungsi sebagai sebuah kota. Apalagi berkualitas, alih-alih menarik secara visual, dan ramah lingkungan.

"Belum fungsional, karena itu tidak bisa bicara berkualitas," ucap Danisworo.

Dia kemudian mendasarkan penilaiannya terhadap ibu kota Indonesia ini pada tiga prinsip utama. Ketiganya adalah kualitas fungsional, kualitas visual, dan kualitas lingkungan.

Kualitas fungsional dalam arti Jakarta harus menjadi kota yang menjamin keselamatan, keamanan, kenyamanan, efektivitas dan efisien warganya dalam beraktivitas.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau