JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan batal dibawa ke pembahasan ke tingkat satu di dalam rapat paripurna, Selasa (24/9/2019).
Dengan demikian, RUU ini batal disahkan pada masa persidangan terakhir DPR Periode 2014-2019.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat internal yang dilakukan seluruh fraksi di Komisi II DPR, Senin (23/9/2019).
Mayoritas fraksi setuju untuk meminta pendalaman kepada pemerintah terkait sejumlah pasal yang ada di dalam RUU tersebut.
Baca juga: RUU Pertanahan Batal Disahkan
"Rapat paripurna belum bisa memasukan agenda pengesahan karena seharusnya pengambilan tingkat satunya hari ini. Hari ini enggak jadi karena tadi minta pendalaman," ucap anggota Fraksi PKS Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen.
Ada delapan catatan yang disampaikan F-PKS di dalam rapat internal tersebut. Sebelum catatan itu dipenuhi, lanjut dia, maka RUU ini tidak dapat disahkan menjadi UU.
"Jadi secara umum, kami ingin dari UU ini ada kepastian pelaksanaan reforma agraria. Rasio gini tanah kita berat," kata Wakil Ketua Komisi II itu.
Mardani menjelaskan, semula pada awal naskah akademik terdapat batasan maksimal penguasaan lahan yaitu untuk perkebunan 10.000 hektar, perumahan 200 hektar, dan pertanian 50 hektar.
Namun, dalam draf RUU terakhir, tidak ada satu pun penjabaran mengenai hal tersebut.
"Itu tiba-tiba hilang semua sesudah ampres yang baru. Itu semua diserahkan kepada menteri, kok begitu besar (wewenang) yang diserahkan kepada menteri? Kami ingin legitimasinya jelas," tegasnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.