Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Klasik Rumah Subsidi, Lokasi Jauh dari Peradaban...

Kompas.com - 14/08/2019, 14:43 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pesatnya laju pertumbuhan penduduk Indonesia dinilai menjadi tantangan serius bagi pemerintah dalam penyediaan hunian.

Apalagi bila melihat realita saat ini, lebih dari 55 persen masyarakat tinggal di wilayah perkotaan. 

"Semakin padatnya masyarakat berkumpul di suatu kota akan membuat semakin rumit. Di sini, saya tidak bicara kemacetan, tapi tingginya biaya perumahan," kata Senior Urban Economist and Coordinator of World Bank Indonesia Urban Programe, Marcus Lee, dalam sebuah seminar di Kementerian PUPR, Rabu (14/8/2019).

Baca juga: Butuh Rp 780 Triliun Bereskan Backlog Rumah

Sebenarnya, ia menambahkan, persoalan kepadatan penduduk di kota-kota besar tak cuma terjadi di Indonesia.

Masalah ini juga dialami semua negara, ketersediaan lahan terbatas dan harganya sangat tinggi.

Dampaknya, perumahan di tengah kota pun menjadi mahal dan sulit dijangkau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Berkaca pada kasus Indonesia, Lee mengatakan, penyediaan hunian subsidi kebanyakan jauh dari peradaban. Persoalan ini pun menjadi dilema tersendiri, terutama bagi MBR tadi.

Baca juga: Pemerintah Berambisi Turunkan Backlog Rumah Jadi 5 Juta Unit

"Bagi penduduk yang tinggal di sana harus berpikir ulang untuk membeli rumah dengan lokasi jauh itu. Karena ada banyak hal yang akan dikorbankan," imbuh Marcus.

Tak hanya ongkos transportasi yang bakal menggerus penghasilan, juga menyangkut quality time dengan keluarga dan kerabat. 

Belum lagi aspek human cost, yang meliputi persoalan biaya kesehatan. 

Menurut Lee, semakin jauh jarak hunian dengan pusat keramaian dan kegiatan ekonomi yang menjadi lokasi aktivitas sehari-hari masyarakat, potensi penyakit yang akan dialami akibat paparan debu dan polusi juga kian tinggi. 

"Di sini kita harus memikirkan bagaimana bisa menyediakan membangun rumah bagi kelompok menengah ke bawah dan itu yang baik," sebut Marcus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau