JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo ( Jokowi) menyatakan, selama 4,5 tahun terakhir memimpin pemerintahan, dirinya bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla berupaya mengembalikan watak asli pembangunan Indonesia.
Watak yang dimaksud yaitu pembangunan tak hanya sekedar bertumpu kepada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga bertumpu pada pemerataan.
"Karena pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan adalah sebuah ketimpangan, baik itu ketimpangan antara kaya dengan miskin, ketimpangan antar wilayah dan juga akan menyebabkan yang namanya ketidakadilan," kata Jokowi saat debat kelima Pilpres 2019 di Jakarta, Sabtu (13/4/2019) malam.
Baca juga: Jokowi: Tak Ada Negara Maju yang Tidak Bangun Infrastruktur
Oleh karena itu, ia menambahkan, pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah selama ini tidak hanya berpaku kepada konsep Jawa sentris, melainkan Indonesia sentris.
Dengan harapan, imbuh Jokowi, dapat menumbuhkan titik-titik perekonomian baru di luar Jawa.
Baik itu berupa kawasan industri kecil, baik berupa kawasan ekonomi khusus, maupun berupa kawasan ekonomi khusus pariwisata yang akan berimbas atau berefek pada barang-barang kerajinan Indonesia.
"Dan juga kami juga terus ingin memperjuangkan kemajuan ekonomi di Indonesia. Oleh sebab itu sumber daya alam strategis yang sebelumnya dikelola oleh asing, dikuasi negara. Seperti Blok Mahakam, Blok Rokan dan juga Freeport," terang Jokowi.
Ia menegaskan, kemandirian tersebut sangat penting guna menumbuhkan ekonomi yang adil dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Jokowi menambahkan, pembangunan infrastruktur saat ini merupakan tahapan pertama yang hendak dicapai pemerintah.
Menurut peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Gulfino Guevarrato, dilihat dari alokasi anggaran infrastruktur di Indonesia mengacu pada prinsip pemerataan.
Selain itu, Fitra melihat bahwa pembangunan infrastruktur di luar Jawa begitu dirasakan oleh masyarakat daerah, sederhananya terjadi pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan pariwistasa.