Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FITRA: Proses Pencairan Dana, Celah Korupsi Infrastruktur

Kompas.com - 17/02/2019, 20:03 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memperkirakan, besarnya anggaran khusus infrastruktur ini memiliki celah untuk terjadinya korupsi.

Celah tersebut bisa ditemukan pada polemik pendanaan infrastruktur yang berasal dari utang luar negeri serta proses pengadaaan barang dan jasa (PBJ) proyek infrastruktur.

Celah korupsi yang juga banyak dimanfaatkan oleh berbagai pihak adalah anggaran infrastruktur yang bersumber dari Dana Transfer ke Daerah, khususnya Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik). Pada 2019, DAK Fisik dianggarkan sebesar Rp 69,3 triliun dalam APBN.

Celah yang dimanfaatkan adalah melalui proses pencairan. Pengajuan pencairan DAK oleh daerah dilakukan melalui pengajuan proposal yang ditujukan kepad Bappenas dan Kementerian Keuangan.

"Selain itu, proses ini juga wajib mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)," ujar Sekjen FITRA Akhmad Misbakhul Hasan dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (17/2/2019). 

Baca juga: Debat Infrastruktur, Kunci Kemenangan Capres 2019?

Dari proses ini, kemudian memunculkan celah korupsi, misalnya kompensasi bagi DPR bila berhasil mengawal dan meloloskan pencairan DAK bagi aderah tertentu.

Berdasarkan data FITRA, terdapat tujuh kasus transaksi ilegal terkait pencairan DAK yang disidangkan selama 2018, yakni tertangkapnya Wakil Ketua DPR RI terkait kasus pemberian imbalan DAK Fisik Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016, dan kasus Bupati Cianjur yang meminta bayaran atas pembangunan gedung SMP yang didanai DAK.

Ada pula kasus gratifikasi DAK yang menimpa Bupati Malang, Walikota Tanjung Pinang, anggota DPR, dan Bupati Pegunungan Arfak Papua Barat. Potensi kerugian negara minimal mencapai Rp 66,1 miliar.

Secara nominal, alokasi anggaran untuk sektor infrastruktur terus naik setiap tahun. Menurut FITRA, alokasi anggaran infrastruktur mencapai Rp 256,1 triliun, naik sebesar Rp 98,7 triliun.

Anggaran ini tumbuh sebesar 63 persen dibanding tahun terakhir Kabinet Indonesia Bersatu (KIB II) era Susilo Bambang Yudhoyono.

"Anggaran infrastruktur di Indonesia naik setiap tahun. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun anggaran 2016 ke 2017 yakni sebesar Rp 110,6 triliun dengan tingkat pertumbuhan 41 persen" ujar 

Namun pertumbuhan ini turun sebesar 8 persen pada 2018 dan 1 persen pada 2019. Bila dihitung, rata-rata, besaran anggaran infrastruktur mencapai 17 persen dari total Belanja Negara dalam lima tahun terakhir.

Jumlah kasus korupsi sektor infrastruktur

Secara umum, terdapat 241 kasus korupsi dan suap terkait pengadaan sektor infrastruktur pada 2017.

Berdasarkan data KPK dan ICW 2018, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 1,5 triliun dengan nilai suap mencapai Rp 34 miliar.

Jumlah kerugian negara akibat korupsi anggaran infrastruktur ini lebih tinggi dibanding tahun 2016 yang nilainya sekitar Rp 680 miliar.

Korupsi proyek pembangunan infrastruktur transportasi menempati peringkat pertama dengan 38 kasus. Hal ini membuat kerugian negara mencapai Rp 575 miliar.

Kemudian diikuti oleh penyimpangan proyek infrastruktur pendidikan 14 kasus dengan nilai kerugian negara Rp 43,4 miliar, serta korupsi pembangunan infrastruktur desa sebanyak 23 kasus dengan kerugian negara Rp 7,9 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com