JAKARTA, KOMPAS.com - Belum ada sebulan sejak diresmikan Presiden Joko Widodo pada 20 Desember lalu, dua proyek jalan tol yang baru beroperasi sudah rusak.
Proyek pertama yaitu ruas Salatiga-Kartasura yang menjadi bagian dari Tol Semarang-Solo. Kerusakan tersebut teridentifikasi pada 24 Desember 2018 atau empat hari pasca-diresmikan Presiden.
Lereng bahu jalan pada KM 489+500 ambrol setelah hujan deras mengguyur wilayah tersebut. Direktur Teknik PT Jasamarga Solo Ngawi Aryo Gunanto mengatakan, penyebab rusaknya lereng bahu jalan tol karena belum sempurnanya saluran drainase.
Meski demikian, kerusakan itu tidak sampai membahayakan maupun mengganggu arus lalu lintas kendaraan yang melintas dari arah barat ke timur atau Semarang ke Solo. Kini kerusakan telah diperbaiki dan kembali normal.
Kerusakan kedua terjadi pada ruas Tol Pemalang-Batang yang dimiliki PT Pemalang Batang Toll Road, anak usaha PT Waskita Toll Road.
Baca juga: Tol Pemalang-Batang Retak, Waskita Minta Maaf
Jalan mengalami keretakan cukup panjang di KM 321 jalur A, yang diakibatkan karena hujan yang cukup deras mengguyur.
Pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia Wicaksono Adi menilai, kerusakan yang terjadi pada proyek infrastruktur yang digarap BUMN Karya tidak terlepas dari banyaknya proyek yang mereka kerjakan.
Di sisi lain, ada desakan dari pemerintah yang meminta agar proyek yang digarap dapat selesai dalam waktu singkat.
"Untuk mengerjakan proyek infrastruktur di Indonesia apalagi secara paralel dalam jumlah yang banyak itu tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Itu tidak boleh. Karena itu sangat berisiko dan itu macam-macam," kata Adi kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, selama ini BUMN Karya sering mendapat penugasan dari pemerintah untuk menggarap proyek skala besar. Tak hanya dari sisi nilai proyek tetapi juga aspek ekonomis.
Di lain sisi, ada kompleksitas yang dihadapi mereka ketika mengerjakan proyek-proyek tersebut seperti pengerahan logistik dan sumber daya manusia, serta material pendukung yang jumlahnya cukup besar dengan ukuran yang tidak kecil.
"Belum kompleksitas lokasinya juga. Apalagi kalau kita lihat situasi Indonesia yang berpulau-pulau," kata dia.
Dari sisi struktural misalnya, kekuatan suatu proyek yang telah dirancang sedemikian rupa untuk tahan hingga puluhan tahun, tidak bisa dicapai karena pekerjaannya tidak mengikuti kaidah manual yang telah ditentukan.
"Belum lagi masalah cuaca. Saat ini anomali, maksudnya ketika hujan, hujannya deras sekali. Ketika kemaraunya bisa panjang sekali. Jujur saja untuk proyek infrastruktur ini bisa sangat berpengaruh," ungkapnya.
Belum lagi risiko dari sisi manusianya, entah itu pada saat pelaksanaan maupun ketika proyek tersebut sudah jadi.
Kegagalan struktur yang terjadi, misalnya, dapat membuat orang yang memanfaatkan proyek infrastruktur yang telah rampung menjadi celaka.
"Ini beberapa resiko-resiko yang mungkin muncul," tuntas Adi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.