Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seharga 5.000 Dollar AS Per Meter Persegi, Regent Residence Terjual 45 Persen

Kompas.com - 13/12/2018, 08:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Regent Residence, apartemen mewah yang berada di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, terjual 50 persen dari total saleable area.

Presiden Direktur KG Global Development Harry Gunawan mengungkapkan hal tersebut saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (12/12/2018).

"Regent Residence kalau tidak salah sudah terjual sekitar 50 persen," kata Harry.

Angka ini diperkuat oleh Direktur KG Global Development Petter Hendrady yang menyebut 50 persen untuk hitungan luas area dan 45 persen secara kalkulasi unit.

"Kalau dari hitungan unit ya 45 persen dari total 108 unit," tambah Petter.

Baca juga: Mangkuluhur City, Perkawinan Bisnis Tommy dan Harry

Kendati pasar properti dalam negeri tengah melambat dan belum juga menunjukkan tanda-tanda bangkit, namun Harry dan Petter optimistis, hasil maksimal akan didapat.

Bahkan, Petter berani menunda penjualan 60 unit lainnya hingga kebijakan Kementerian Keuangan (Kemkeu) tentang rencana penghapusan Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas properti jelas dan tegas.

Jika kejelasan sudah didapat, sambung Petter, banyak investor dan end user yang tertarik. Pada gilirannya harga Regent Residence pun bakal melonjak.

"Penjualan kami hold dulu, menunggu kebijakan fiskal jelas dulu," ucap Petter.

Ada pun harga jual saat ini 5.000 dollar AS per meter persegi di luar pajak dengan luasan terkecil 250 meter persegi dan terbesar 1.000 meter persegi atau tipe griya tawang.

Sementara Harry melihat, properti atau apartemen merupakan investasi jangka panjang. Karena ini, dia yakin Regent Residence dapat terserap pasar dengan baik. 

Menurutnya, arah kebijakan pemerintah sudah tepat dengan percepatan pembangunan infrastruktur di segala bidang, mulai dari konektivitas, transportasi, dan lain sebagainya.

"Dengan pertumbuhan di atas lima persen, kita harus dukung. Sementara negara tetangga kita di bawah 5 persen," imbuh Harry.

Dia pun memaklumi perlambatan pasar akibat aksi tunda atau wait and seeToh, bukan masyarakat tak punya uang, melainkan mereka enggan (reluctant) untuk belanja properti.

Namun, ketika saat properti bangkit, kata Harry, penjualan akan meningkat dengan sendirinya. Saat yang lain masih mempersiapkan pengembangan, KG Global Development tinggal menuai hasilnya. 

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau