Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Jepang Paksa Warga Naik Angkutan Umum

Kompas.com - 03/12/2018, 11:11 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

FUKUOKA, KOMPAS.com — Sebagai salah satu negara maju di dunia, Jepang dapat dikatakan memiliki sistem tranportasi publik terbaik. Terutama transportasi berbasis rel alias kereta.

Interkoneksi antarmoda menjadi salah satu isu penting dalam menunjang keberhasilan Negeri Matahari Terbit ini dalam membangun jaringan kereta mereka.

Berdasarkan data Asosiasi Kereta Api Swasta Jepang, setidaknya terdapat 216 perusahaan kereta yang beroperasi saat ini.

Jumlah tersebut terdiri atas enam Japan Railway (JR) yang dulu merupakan perusahaan kereta api nasional, 16 perusahaan kereta swasta utama, 183 perusahaan kereta swasta daerah, dan 11 perusahaan kereta umum.

Baca juga: Jepang Ajak Uber dan Boeing Kembangkan Mobil Terbang

Dari total 126,8 juta penduduk Jepang berdasarkan sensus 2017, hanya 19,7 persen di antaranya yang memilih menggunakan mobil sebagai moda transportasi sehari-hari.

Sementara 79,7 persen menggunakan kereta sebagai transportasi penunjang mobilitas harian.

Lantas, bagaimana Pemerintah Jepang "memaksa" masyarakatnya menggunakan transportasi publik?

Director General Manager Sales Departement/Real Estate Transaction Specialist JR Hakata City Yusuke Nigo menuturkan, ada resep jitu memaksa masyarakat beralih ke angkutan umum.

Pertama, mereka dikondisikan untuk tidak mudah memiliki kendaraan pribadi.

Untuk mendapatkan sebuah mobil, misalnya, harga yang harus ditebus masyarakat cukup mahal kendati Jepang dikenal baik sebagai "rumah" bagi aneka produsen merek mobil ternama di dunia.

Kondisi tersebut juga didukung dengan mahalnya tarif parkir, pajak kendaraan, serta harga bahan bakar.

"Jadi, seolah-olah sudah alamiah mereka harus naik kereta," kata Nigo.

Warga mengantre menunggu kereta yang datang.Kompas.com / Dani Prabowo Warga mengantre menunggu kereta yang datang.

Kondisi ini tentu sedikit berbeda dengan Indonesia yang harga bahan bakar dan tarif pajak kendaraan masih relatif terjangkau.

Demikian pula tarif parkir yang dikenakan pengelola gedung yang relatif murah sehingga penggunaan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor terus menjamur.

Hal lain yang tak kalah penting, ucap Nigo, yakni kecakapan dari masing-masing perusahaan kereta Jepang dalam menghadirkan sistem perkeretaapian yang nyaman bagi masyarakat.

Berlomba Menciptakan Stasiun Bersih

Hal itu pun dirasakan Kompas.com saat menyambangi Jepang beberapa waktu lalu. Setiap pengelola seakan berlomba-lomba menghadirkan stasiun yang nyaman, bersih, dan teratur.

Selain itu, kereta pun selalu datang tepat waktu.

Dengan demikian, meski jumlah penumpang banyak, mereka tidak perlu khawatir harus menunggu dalam jangka waktu lama. Pasalnya, sudah dapat dipastikan setiap 3-5 menit sekali kereta akan tiba.

"Yang dapat dilakukan operator adalah meningkatkan frekuensi operasi, harus tepat waktu dan membuat naik kereta yang nyaman dan mudah," kata Nigo.

Bersihnya stasiun di JepangKompas.com / Dani Prabowo Bersihnya stasiun di Jepang

General Affair Asosiasi Operator Railway Swasta Jepang Ochi Mashimaro menuturkan, tingkat kepadatan penumpang di berbagai perusahaan kereta swasta utama, terutama di kota besar, telah menurun tajam.

Hal itu berkat upaya peningkatan kapasitas transportasi melalui pembangunan jalur baru, penambahan jalur kereta, pembaruan kereta, perbaikan stasiun, hingga pengaturan jaringan operasional yang terlalu padat.

Bahkan, beberapa perusahaan kereta juga memperomosikan penggunaan smartphone guna mengetahui kondisi kereta yang penuh serta menunjukkan kereta yang kosong.

"Selain itu, agar orang tua, penyandang cacat, ibu hamil, dan orang terluka dapat duduk, dilakukan sosialisasi melalui poster dan lain-lain mengenai kursi prioritas di sebagian tempat duduk di dalam kereta," ungkap Mashimaro.

Warga mengantri menunggu kereta yang datang pada jalur yang telah disediakan. Mereka tidak diperbolehkan berdiri di dekat platform screen door untuk menghindari terjadinya kecelakaan.Kompas.com / Dani Prabowo Warga mengantri menunggu kereta yang datang pada jalur yang telah disediakan. Mereka tidak diperbolehkan berdiri di dekat platform screen door untuk menghindari terjadinya kecelakaan.

Koordinasi dengan Pemerintah Daerah

Koordinasi dengan pemerintah daerah juga dilakukan perusahaan kereta untuk menyediakan akses jalan dan jalur pedestrian yang nyaman bagi para pejalan kaki.

Di samping juga hal pembangunan gedung-gedung parkir di sekitar lokasi stasiun. Bila ada masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi, mereka dapat memarkirkannya di gedung parkir yang tersedia. Kemudian, mereka beralih menggunakan kereta.

Sementara masyarakat yang lokasi rumahnya cukup jauh dari stasiun dapat menggunakan bus sebagai feeder menuju stasiun.

Bahkan, di beberapa lokasi, seperti di Fukuoka, terdapat jalur prioritas yang dikhususkan bagi bus.

Bus sebagai feeder transportasi menuju stasiun. Bus ini dikelola oleh Nishi-Nippon Railroad Co. Ltd.Kompas.com / Dani Prabowo Bus sebagai feeder transportasi menuju stasiun. Bus ini dikelola oleh Nishi-Nippon Railroad Co. Ltd.

Pada jam-jam sibuk, jalur tersebut tidak boleh dilalui kendaraan pribadi. Meski dalam kondisi macet sekalipun, jalur tersebut tetap kosong dan memudahkan masyarakat yang menggunakan bus untuk melewatinya.

Di jalur dan di dalam bus itu terdapat alat detektor yang memancarkan sinyal. Alat tersebut dipasang oleh pihak kepolisian.

"Ketika ada bus lewat dalam jarak tertentu dan ada mobil di dekatnya, maka akan diminta minggir oleh aparat kepolisian melalui pengeras suara," kata Manager Marketing Planning Department Bus Transportation Headquarters Nishi-Nippon Railroad Co Ltd Tsuyoshi Kumai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau