JAKARTA, KOMPAS.com – Kerusakan yang terjadi pada suatu bangunan setelah gempa bumi bukan saja karena kencangnya guncangan, melainkan juga karena kurangnya kualitas bangunan.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arief Sabaruddin mengemukakan hal itu terkait banyaknya rumah yang rusak akibat gempa yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia beberapa bulan terakhir.
Menurut Arief, ada dua masalah utama yang diabaikan saat mendirikan suatu bangunan. Pertama, kualitas material bangunan dan spesifikasinya.
“Mutu bahan dan spesifikiasi yang digunakan umumnya tidak memenuhi syarat teknis, misalnya semen, pasir, kerikil, dan baja,” kata Arief ketika dijumpai di Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Baca juga: Taat 4 SNI, Risiko akibat Gempa Bisa Dicegah
Masalah kedua yaitu sistem konstruksi dan detailnya. Dia mencontohkan jarak sengkang (palang kayu), sambungan antar-material, dan cara pemasangan.
Pada prinsipnya, keterikatan semua komponen dalam suatu bangunan membuat bangunan itu semakin tahan gempa.
Ibarat sapu lidi, kalau masing-masing lidi terikat menjadi satu dengan kuat maka sapu lidi itu semakin kuat pula. Namun, jika ikatannya renggang maka sapu lidi itu rentan terpisah.
“Bangunan pun sama. Sistem ikatan tiap komponen bangaunan itu yang kebanyakan orang abai. Dari struktur terbawah sampai atap itu harus terikat dengan benar,” imbuh Arief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.