Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar ITB: Perlu "Refrofitting" Bangunan Pasca-gempa Sulteng

Kompas.com - 26/10/2018, 14:58 WIB
Agie Permadi,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Gempa di Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng) yang telah merusak sejumlah bangunan diharapkan menjadi pelajaran serta acuan dalam upaya rekonstruksi kawasan-kawasan tersebut. 

Karenanya Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Prof Iswandi menyatakan perlu adanya program refrofitting untuk bangunan-bangunan yang bertahan tapi terindikasi rawan terhadap gempa. Apalagi tingkat kegempaan demikian tinggi.

"Perlu lebih ditingkatkan lagi sosialisasi standar bangunan tahan gempa untuk wilayah tersebut," ujarnya dikutip dalam laman ITB, Jumat (26/10/2018).

Baca juga: Pemerintah Survei Tiga Area Relokasi Korban Gempa Sulteng

Menurut Iswandi, banyaknya kerusakan bangunan akibat gempa dikarenakan inkonsistensi desain terkait ketentuan detailing, inkonsistensi kontruksi khususnya terkait bahan dan kualitas, dan penyatuan elemen-elemen non-struktural yang kaku, serta kurangnya perawatan.

Ke depannya, ia berharap kejadian tersebut dapat jadi pelajaran untuk menghadapi bencana serupa.

Standar bangunan tahan gempa sendiri sebetulnya sudah diatur oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR. Namun di lapangan, banyak bangunan kurang memenuhi standar yang ditentukan.

Misalnya dinding dari bata yang seharusnya dilengkapi dengan kolom-kolom pengikat, agar bisa menjaga dinding tak roboh meskipun terkena guncangan.

Setelah gempa di Sulteng, lanjutnya, banyak ditemukan rumah rusak termasuk hotel-hotel yang roboh lantai dasarnya.

Hal itu mengindikasikan kekuatan dinding atau beton penyangga di lantai dasar kurang kuat, misalnya itu terjadi Hotel Mercure dan Hotel Roa-roa.

Namun beberapa bangunan lain seperti Mall masih utuh dan berdiri kokoh karena mengikuti standar yang berlaku.

"Berbagai runtuhan yang diamati yang paling banyak ditemukan, permasalahan bangunan adalah aspek detailing," cetus Iswandi.

Berdasarkan hasil survei dilapangan, banyak pula ditemukan bangunan dengan inti betonnya hancur karena tulangannya kurang, terjadi penyatuan tangga dalam sebuah bangunan, kerusakan elemen non-struktural seperti rangka atap baja ringan kurang ditopang sistem penguat sehingga mudah bengkok, dan banyak temuan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau