KOMPAS.com - Bangunan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Alaf Omega di Salembaran, Tangerang dipilih menjadi salah satu nominasi World Architecture Festival 2018.
Menurut Lead Architect dari RAW Architecture, Realrich Sjarief, bangunan sekolah ini dirancang sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar.
"Bangunan ada di lokasi rawa, di bawah ketinggian tanah, di bawah level nol," ungkap Realrich kepada Kompas.com, Selasa (30/10/2018).
Baca juga: Arsitek Indonesia Masuk Nominasi World Architecture Festival 2018
Hal ini kemudian membuat Realrich kemudian memutuskan untuk mendirikan gedung sekolah dengan model panggung. Ketinggian panggung dari atas tanah sekitar 2,1 meter.
Alasan lainnya adalah, daerah tersebut sering dilalui banjir. Sehingga model bangunan panggung sesuai untuk membuat bangunan selaras dengan keadaan lingkungan.
"Saya pikir (bangunan) itu enggak boleh mengganggu alam, jadi sistemnya harus kayak umpak, agar lebih stabil," ucap Realrich.
Pembangunan gedung menghabiskan waktu hingga empat bulan lamanya. Sementara proses desain bangunan hanya membutuhkan waktu satu bulan.
Gedung ini berdiri di atas lahan seluas 11.700 meter persegi, sedangkan luas total bangunan sekitar 3.000 meter persegi.
"Apa yang sudah dibangun tidak dibongkar. Jalan yang ada di dalam ya jalan yang dulu dipakai tukang," ujar Realrich.
Gedung Sekolah Alfa Omega juga dirancang konsep yang terbuka dan dengan konsep passive cooling building, sehingga tidak memerlukan pendingin udara lagi
. Untuk itu, langit-langit bangunan dirancang dengan ketinggian tertentu yang dapat mengalirkan udara.
Baca juga: Merawat Semangat Belajar Kanak-kanak di Sekolah Berbahan Bambu
Konsep bangunan yang terbuka mampu meminimalisasi penggunaan energi. Realrich mengatakan, saat siang hari, ruangan kelas tidak memerlukan tambahan cahaya. Sedangkan pada malam hari, pencahayaan gedung menggunakan lampu LED.
Ini merupakan keinginan dari pengelola sekolah, agar siswa yang belajar merasa semakin dekat dengan alam.
"Karena memang mintanya begitu, lebih open dan enggak panas, enggak pakai listrik banyak-banyak," imbuh dia.
Selain bentuk bangunan yang dibuat lebih tinggi, atap gedung sekolah juga menjadi salah satu daya tarik bangunan. Realrich memaparkan, bentuk atap sekolah dibuat melengkung dengan tujuan untuk menjaga kestabilan.
Realrich menambahkan, jika atap dibuat statis, maka bahan atau materialnya akan mudah tercabut ketika ada angin.
Rangka utama atap terbuat dari besi, sedangkan rangka sekunder dibuat dari bambu. Rangka sekunder ini berfungsi untuk menopang daun penutup atap.
"Kalau lengkung, dia (atap) jadi lebih stabil, lebih kuat, lebih aerodinamis," kata Realrich.
Daun nipah, menurut Realrich, digunakan sebagai insulator bangunan. Di bawah lapisan nipah, terdapat lapisan anti air yang berbentuk seperti membran plastik untuk menjaga ruangan tetap kering saat musim hujan.
Dalam rancangan bangunan sekolah ini, Realrich menggunakan baja sebagai rangka struktur. Material ini dipilih bukan hanya karena kemampuannya dalam menopang beban berat, namun juga karena kelebihannya dalam kecepatan konstruksi dan ketahanan bangunan.
Baca juga: Bambu, Bahan Bangunan Kokoh dan Antigempa
Fasad dan beberapa bagian bangunan dibuat dari bambu. Material ini merupakan bahan bangunan yang fleksibel dan membutuhkan sedikit penanganan dalam pemeliharaannya.
Selain itu, konstruksi bambu di sisi lain juga dianggap kuat untuk menopang bangunan. Sambungan antar bambu menggunakan ikatan dengan tali ijuk. Bambu yang digunakan merupakan jenis petung dan tali yang banyak ditemukan di lingkungan sekolah.
"Penggunaan bambu lebih dari 50 persen," imbuh dia.
Jembatan ini berfungsi sebagai penghubung sekolah dengan pintu masuk.
Lantai jembatan terbuat dari bilah bambu yang dibelah menjadi dua kemudian dipukul hingga merata.
Setelah proses konstruksi selesai, bambu dilapisi dengan resin, guna memperkuat struktur bangunan.
Tak hanya bambu dan nipah, fasad bangunan juga dibangun dari batu bata. Bata tersebut disusun dengan kerapatan berbeda. Bata dipilih karena memiliki konduktivitas yang rendah.
Bahkan dalam beberapa sisi, batu bata yang disusun menyisakan beberapa kisi atau lubang. Kisi-kisi tersebut memungkinkan sirkulasi udara di dalam ruangan. Sedangkan lantai sekolah diberi lapisan beton.
Dengan pemanfaatan berbagai material alam, Realrich mengatakan, bangunan ini mampu bertahan hingga 100 tahun.
"Seratus tahun untuk keseluruhan bangunan, tentu dengan perawatan," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.