JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya penanganan warga terdampak melalui relokasi sudah menemui titik terang.
Melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (10/10/2018), tim penanggulangan pasca-bencana Palu, Sigi, dan Donggala terjun langsung ke lokasi terdampak bencana.
Pada kesempatan ini, tim yang dipimpin Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Abdul Kamarzuki, mengidentifikasi lokasi alternatif yang potensial sebagai tempat relokasi.
Baca juga: Data OSM, Likuefaksi di Desa Jono Oge Seluas 436,87 Hektar
Lokasi ini nantinya akan dikaji aspek kebencanaannya oleh Badan Geologi dan BMKG untuk memastikan wilayah tersebut bebas dari bencana.
Bencana tersebut meliputi patahan aktif, likuefaksi, longsor, tsunami, banjir, dan mikrozonasi tinggi gempa.
Hasil kajian ini akan dituangkan dalam dokumen rencana tata ruang berbasis mitigasi bencana.
Dokumennya akan menjadi dasar pelaksanaan pembangunan hunian tetap (Huntap) serta infastruktur pendukungnya oleh Kementerian PUPR.
Dalam memilih lokasi alternatif ada beberapa kriteria yang dikedepankan. Selain harus bebas dari bahaya bencana, lokasi tersebut juga bukan merupakan sempadan pantai dan sempadan sungai.
Selain itu, lokasi alternatif yang akan digunakan juga tidak berada di hutan lindung atau kawasan lain yang memiliki kelerangan lebih dari 15 persen.
Lebih lanjut, kawasan ini juga harus memiliki akses ke sumber air. Di samping itu, penguasaan tanah Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB) juga harus sudah berakhir.
Berdasarkan hasil identifikasi sementara, terdapat lima lokasi alternatif yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu di: